UPK Sudah Kantongi 12 Nama, Terkait Penyewengan Dana PNPM

Saturday, March 29, 2008

Tim UPK Rengasdengklok sedang diaudit UPK Jabar

RENGASDENGKLOK, RAKA - Unit Pengelola Kegiatan (UPK)
Rengasdengklok sudah mengantongi 12 orang tersangka
penyelewengan dana pinjaman bergulir UPK. Badan
Pengawas Daerah (Bawasda) sudah mengetahui perihal
tersebut namun hingga kini belum melakukan tindakan
apa-apa.

Dijelaskan, tunggakan UPK Kecamatan Rengasdengklok
secara keseluruhan mencapai Rp 690 juta-an. Dan
sekitar Rp 252 juta diantaranya raib akibat
penyewenangan yang dilakukan oleh ke 12 Ketua Tim
Pengelola Kegiatan (TPK) di sembilan desa. Sedang
sisanya sampai saat ini masih mengendap di masyarakat.


Pengurus Badan Pemeriksa (BP) UPK Rengasdengklok, Agus
Widiatmoko (48) kepada RAKA, Kamis (27/3) di kantor
UPK Rengasdengklok menjelaskan, pihaknya meminta
pemerintah untuk memisahkan urusan orang-orang yang
bermasalah tersebut dengan dana PNPM yang seharusnya
sudah digulirkan untuk masyarakat.

Selama ini, akibat pelaku yang menyelewengkan dana
UPK, imbasnya jadi ke semua masyarakat se-kecamatan.
Bahkan yang disiplin melunasi cicilan pinjaman dana
ekonomi PNPM, kini jadi tidak bisa lagi
mendapatkannya, terlebih para kepala desa jadi tidak
bisa meneruskan program pembangunan yang sudah
direncanakan.

Diakui Agus, pada akhir tahun 2007 lalu, dana PNPM
telah masuk ke rekening UPK Rengasdengklok sebesar Rp
600 juta, tapi dana tersebut belum bisa digunakan
karena menunggu proses penanganan masalah tunggakan
dana tersebut. Padahal, pihaknya telah berupaya
menyelesaikan hal ini. "Pemecahan kasus ini masih
dilakukan, saya harap orang yang terlibat
penyelewengan dana di proses jalur hukum supaya kami
bisa menerima dana PNPM," katanya.

Di tempat sama, Ketua Badan Kerjasama Antar Desa
(BKAD) Toni Damanik (29) menjelaskan, persoalan di UPK
Kecamatan Rengasdengklok begitu besar, pihaknya sudah
beberapa kali melakukan musyawarah dan membentuk tim
penagih terpadu, ini bertujuan supaya tunggakan UPK
bisa diperkecil, tapi hingga kini pelaksanaanya tidak
efektif karena peminjam dana ekonomi UPK ini berkilah
berbagai alasan dan tidak bisa melunasi cicilan
pinjaman mereka. Akhirnya, pihaknya melakukan
musyawarah desa khusus dan memperoleh kesepakatan,
supaya pelaku yang menyelewengkan dana UPK diproses
hukum.

"Dalam waktu dekat, BKAD, UPK dan kepala desa
se-kecamatan akan bersama-sama menghadap Bupati Dadang
S.Muchtar supaya dia bisa menyelesaikan persoalan ini.
Dan berharap dana PNPM 2007 bisa dicairkan.
Sebelumnya, saat kami akan menempuh jalur hukum,
Bawasda mengatakan akan menyelesaikan hal ini, tapi
hingga kini reaksi Bawasda belum kelihatan dan kami
masih menunggu," katanya.

Pendamping UPK Region lima Kabupaten, Karawang,
Bekasi, Subang, Bogor dan Purwakarta, Irma Friyanti
mengatakan, dibeberapa kecamatan kabupaten lain pun
banyak yang serupa seperti Kecamatan Rengasdengklok,
tapi kecamatan lain sudah bisa keluar dari masalah
seperti ini. Sementara Rengasdengklok belum bisa.

Dan untuk bisa mendapatkan PNPM 2007, ketentuannya
jika hutang UPK diatas Rp 100 juta makan harus bisa
mengembalikan 70 persen dari tunggakan yaitu sekitar
Rp 225 juta dari Rp 252 juta dana yang diselewengkan.
Namun, yang diperoleh UPK sementara ini baru Rp 4
juta, itu pun dengan segala upaya UPK dan BKAD.

"Masalah ini tidak akan dipending (ditunda, red) terus
jika ada progres (kemajuan, red) sebelum Mei 2008,
dana PNPM 2007 pasti dicairkan. UPK sendiri ingin
menempuh jalur hukum, tapi pemerintah kabupaten
memilih musyawarah mufakat dan hukum adalah jalan
tempuh terakhir," ujarnya. (spn)

Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com

SMAN Dengklok Rajia Ratusan HP

Siswa didampingi orang tuanya saat akan mengambil kembali HP yang disita sekolah



RENGASDENGKLOK, RAKA - Guru SMAN 1 Rengasdengklok
merajia ratusan handphone milik siswa-siswi kelas tiga
di sekolah tersebut. Hal itu dilakukan menyusul
merebaknya video dan gambar porno yang mereka ambil
dari internet. Tindakan yang dilakukan sekolah ini
didukung orang tua murid, mereka juga menyesalkan jika
anaknya terpengaruh hal negatif.

Namun awalnya, saat pengajar sekolah ini menyita
ratusan handphone, semua siswa kelas tiga protes dan
mereka mengadu pada orang tuanya. Mendengar keterangan
siswa tersebut, para orang tua geram dan mendatangi
sekolah. Namun, setelah pihak sekolah menjelaskan
itikad baiknya, para orang tua memahami dan mereka
berbalik mendukung sekolah.

Seperti yang dinyatakan orang tua kelas tiga, Salim
(30) warga Ciagem, Kecamatan Jayakerta. Handphone yang
ditentang anaknya kesekolah adalah milikinya, tapi
karena anaknya memaksa dan meminta handphone itu
dibawa, dia mengalah. Namun, dia kaget setelah
mendengar handphone miliknya di sita sekolah. "Ya,
saya tahu maksud sekolah, saya dukung dan membenarkan
tindakan sekolah, karena kalau bukan kami dan pihak
sekolah, siapa lagi yang bisa membimbing anak-anak
kami," katanya kepada RAKA, Jumat (28/3) siang saat
pihak sekolah mengembalikan sitaan dengan pengarahan
langsung dari sekolah.

Namun, penyitaan handphone itu ada buruknya, seorang
kelas tiga yang sedang mempersiapkan perpisahan
terhambat aktivitasnya, seperti yang dialami Tomi. Di
dalam handphone miliknya sudah tercatat nama-nama
sponsor yang turut mendukung perpisahan sekolah.

Namun begitu, Kepala Sekolah SMAN 1 Rengasdengklok
H.Tarya Sukmana menjelaskan, selama ini sekolah
memiliki nomor telepon yang bisa dimanfaatkan semua
siswa. "Baiknya yang berhubungan dengan siswa di
sekolah adalah telepon sekolah, nanti kalau ada yang
menghubungi mereka kami akan panggil dengan pengeras
suara," ujarnya.

Rajia handphone yang dilakukan pihak sekolah bukan
untuk merugikan siswa, jelas Tarya, tapi untuk
mencegah hal-hal buruk terhadap diri mereka sendiri.
Dan tidak menutup kemungkinan hal-hal buruk terjadi
pada siswa melalui teknologi canggih yang mereka
gunakan semisal handphone. Kecepatan kirim mengirim
gambar dan video porno bisa dilakukan dalam hitungan
menit. Teknologi tersebut tidak ada filternya kecuali
pengawasan yang dilakukan semua pihak, termasuk
sekolah.

Lebih bahaya lagi, lanjutnya, pornografi bisa merusak
moral akibat tayangan yang bisa dilihat langsung via
handphone. Dan sanksi bagi yang kedapatan ponselnya
ada gambar dan tayangan mesum tersebut, maka siswa itu
akan diwajibkan lapor setiap masuk dan pulang. Selain
itu, mereka akan disuruh untuk menyapu masjid, baca
buku di perpustakaan, sampai di sekolah harus paling
awal sampai waktu ujian dilaksanakan, yaitu 22 April
2008.

Dari 120 handphone yang dirajia itu, ada satu
handphone yang menyimpan sampai enam file adegan
mesum. Sanksinya tidak hanya menyapu masjid, melainkan
handphone itu dihancurkan oleh pemiliknya sendiri saat
Upacara Senin depan di hadapan semua siswa kelas 1,2
dan 3.

"Khususnya di SMAN 1 Rengasdengklok ini, kami mencegah
moral buruk bagi generasi bangsa. Memang aksi porno
dalam video itu sudah banyak dikenal siswa sekolah.
Untuk itu kami menginginkan hal itu tidak terjadi di
SMAN 1 Rengasdengklok," kata Tarya dihadapan orang tua
siswa yang datang saat diundang ke sekolah untuk
membuat perjanjian dan penjelasan mengenai disiplin
sekolah.

Pesanya kepada siswa dan orang tua, Tarya menegaskan
supaya putra-putri mereka tidak membawa handphone ke
sekolah, karena selama belajar siswa sering iseng
sms-an dan membuat guru jengkel karena tidak
memperhatikan pelajaran. Pihak sekolah juga menyiapkan
telepon panggil, bagi siswa yang punya urusan
keluarga. Dan pihak sekolah tidak melarang siswanya
menenteng handphone diluar sekolah.

Sementara, Wakasek Kesiswaan SMAN 1 Rengasdengklok,
Dede menjelaskan, rajia handphone ini telah dilakukan
sejak 19 Maret 2008 lalu, setelah pihaknya mendapati
adegan porno dalam handphone dari salah satu siswanya.
Berselang tiga hari, guru langsung sidak merajia dan
mengumpulkan ponsel siswa saat mereka sedang bimbel.

Tak ayal, beberapa siswa langsung gelagapan karena
khawatir guru-guru mengetahui isi ponselnya.
Setelah dicek, ternyata benar apa yang diduga para
guru, pada beberapa ponsel, khususnya dipasilitasi
kamera, terdapat adegan jorok, selebihnya cuma sms
yang isinya janjian dan mesra-mesraan. Pihak sekolah
bisa memaklumi hal tersebut, tapi bagi ponsel mereka
yang ada adegan mesumnya akan ditindak tegas. "Kita
atasi semua potensi negatif yang ada di lingkungan
kita," tegasnya. (spn)

Nelayan Masih Tetap Terpuruk

Tuesday, March 25, 2008


Nelayan Ciparage, Kabupaten Karawang

Foto, Alvino-Radar Karawang


CILEBAR, RAKA - Kehidupan nelayan hingga kini masih terpuruk. Terlebih pasca bencana banjir dibarengi gelombang tinggi dan angin kencang yang membuat nelayan tidak berani melaut. Hingga berimbas terhadap memburuknya kondisi ekonomi mereka. Bendahara Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Fajar Samudra, Desa Pusakajaya Utara, Cilebar, Sarpa (65) menjelaskan kepada RAKA, Minggu (23/3) siang.


Musim hujan kemarin, banyak nelayan yang menggantungkan alat tangkapannya dan tidak melaut. Akhirnya, mereka tidak bisa memberi penghidupan bagi keluarganya. "Keadaan nelayan memang seperti ini terus, untuk itu saya minta kepada pemerintah untuk membantu nelayan dari perlengkapan alat tangkapan dan harga BBM jangan dimahalkan," katanya.


Dijelaskan, saat ini setiap perahu nelayan hanya memiliki satu jenis alat tangkap ikan, sedangkan dalam setahun terdapat beberapa musim ikan. Dengan satu alat tangkap ikan yang dimiliki nelayan, otomatis tidak bisa digunakan menangkap ikan jenis lainnya. Misalnya alat tangkap udang tidak bisa digunakan untuk alat tangkap ikan. Ini yang jadi kendala nelayan, terlebih saat ini harga alat tangkapan ikan sangat mahal dan nelayan tradisional tidak mampu membelinya.


Keterpurukan nelayan ini, kata sarpa, terjadi akibat beberapa hal, diantaranya harga bahan bakar solar dan sembako mahal, juga tidak dimilikinya alat tangkap ikan lengkap. "Karena hanya memiliki satu alat tangkap saja, kalau kalau musim udang hilang maka nelayan tidak bisa menangkap ikan dan mereka harus menunggu musim udang lagi," tandas Sarpa.


Kalau satu perahu memiliki tiga jenis alat tangkap ikan, lanjut Sarpa, mereka bisa beropersi setiap musim setahun penuh. "Selain itu, pemerintah juga harus mendukung dengan menaikan harga ikan tangkapan nelayan. Jika harga tinggi dan nelayan bisa dibantu peralatanya, maka nelayan bisa mandiri tanpa selalu meminta terus," ujarnya.


Kalau harga udang mahal, nelayan akan sejahera dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Karawang pun bisa tinggi. Saat ini, alat tangkap ikan harganya naik berkisar Rp 110 ribu belum termasuk alat lainya seperti tambang dan timah, jadi total untuk satu alat tangkap sekitar Rp 250 ribu. Sedangkan, satu perahu membutuhkan 30-40 buah alat tangkap sejenis atau yang disebut ting-ting. Jika Rp 250 dikali 30 atau 40 buah alat tangkap yang dibutuhkan, yaitu sekitar Rp 7,5 hingga Rp 10 juta untuk satu perahu. "Jadi, untuk beli bahan bakar solar saja sulit, apalagi beli alat tangkap ikan yang mahal," katanya.


Keluhan nelayan ini sudah bukan hal baru melainkan sering terdengar di tahun-tahun lalu. Meski pemerintah telah membantu mereka dengan infrastruktur bangunan TPI dan mesin perahu. Namun, harga bahan bakar dan sembako yang tinggi tetap saja tidak bisa menandingi biaya produksi. Artinya, pergi melaut dengan ongkos besar dan pulang dengan penghasilan minim, bahkan nelayan tidak cukup untuk bayar hutang ke warung nasi.


Selama ini, satu-satunya tempat peraduan nelayan adalah koperasi nelayan, seperti Koperasi Fajar Samudra di Cilebar ini, bak seperti anak kecil yang merengek pada orang tuanya, nelayan selalu meminta bantuan pada koperasi hingga suku cadang perahu. Padahal, selama ini pembayaran retribusi nelayan pada koperasi masih banyak yang nunggak. "Ini juga jadi masalah bagi Pemda Karawang, kalau nelayan tidak bisa membayar retribusi penjualan ikan mereka, bagaimana koperasi nelayan bisa membayar PAD ke pemerintah, ini dilematis dan saya harus pemerintah mamiliki solusi tepat untuk menyelesaikannya," ujarnya. (spn)

Harga Ikan Diupayakan Naik

Monday, March 24, 2008

Freddy saat bicara langsung dengan nelayan di Cilebar.


CILEBAR, RAKA - Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi berjanji akan menaikan harga jual ikan dan udang yang kini anjlok. Selain memperbaiki kehidupan dan perekonomian nelayan pesisir utara Karawang.

Hal itu dikatakan menteri saat mengunjungi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Fajar Samudera, Desa Pusakajaya, Kecamatan Cilebar, Minggu (23/3). "Harga jual ikan yang selama ini dirasakan nelayan sangat rendah, salah satu persoalan yang sedang diupayakan pemerintah supaya harga tersebut bisa kembali mahal dan keuntungannya bisa mensejahterakan masyarakat nelayan," kata Menteri.

Upaya menaikan harga jual ikan dan udang itu kini masih dalam tahap evaluasi, kata Numberi. Selain mengatakan akan membantu penguatan modal bagi para nelayan. Dan dia juga berharap, dengan penguatan modal tersebut bisa mendorong masyarakat terutama nelayan dalam mengembangkan usaha tangkapan ikannya.

Kecamatan Cilebar merupakan kecamatan yang memiliki lahan tambak udang dan ikan paling luas di Karawang. Sementara untuk harga jual udang mengalami keanjlokan terparah ketimbang ikan. Untuk udang harga jual rata-rata kini hanya berkisar Rp 60.000 - Rp 70.000/kg. Jauh sekali jika dibanding dengan harga jual tahun 1990 yang mencapai lebih dari seratus ribu/kg.

Ditanya bahwa selama pemerintah selalu 'tidur' jika menyangkut kepentingan nelayan, Numberi dengan tegas membantah. "Bohong jika ada yang mengatakan pemerintah tidur. Selama ini kita telah berupaya membantu masyarakat supaya bisa sejahtera," katanya, usai acara Bakti Sosial Bank BRI di desa Pusakajaya.

Freddy didampingi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jabar, Komisaris Utama Bank BRI Bunaser Sanim, Direktur Utama Bank BRI Sopyan Basyir disambut Bupati Karawang Dadang S Muchtar dan Wabup Eli Amalia Priatna, sengaja menggelar tatap muka dengan ratusan nelayan. Selain memberikan bantuan sembako kepada sekitar 500 nelayar dari 11 TPI di Kecamatan Cilebar.

Kesebelas TPI itu diantaranya, TPI Sungaibuntu, Cemarajaya, Ciparage, Pusakajaya Utara, Pakis, Tambaksumur, Sedari, Betokmati, Pasir Putih, Tengkolak, Muara Baru diundang perwakilannya di TPI Fajar Samudra, Desa Pusakajaya Utara, Cilebar. Menteri juga menjelaskan, bantuan sembako dari bank ini merupakan upaya membantu dan meringankan beban pangan yang kini dihadapi nelayan.

Dan upaya BRI ini, kata Freddy, sebuah komitmen untuk membantu masyarakat dari bencana alam bulan lalu (cuaca buruk, red). Dengan bantuan ini, minimal beban masyarakat bisa diringankan. "Dan bencana alam yang terjadi tidak hanya karena karena kondisi alam, ini juga terjadi oleh ulah kita. Untuk itu semua masyarakat harus bisa menjaga kondisi alam, sungai dan lingkungannya agar alam memberikan kontribusi baik bagi masyarakat itu sendiri. Juga, kita diminta untuk terus menerus membantu masyarakat, semoga Pemda bisa meningkatkan daerahnya dengan meningkatkan SDA yang ada," katanya.

Sementara, Asisten Manajer Bisnis Mikro BRI, Dadang A. Hidayat menjelaskan, pihaknya ingin membantu nelayan yang dilihat selama sebulan kemarin tidak bisa melaut karena kondisi cuaca buruk. Program BRI sudah banyak dan diantaranya 'Baksos BRI dalam acara BRI Peduli Nelayan' dengan membagikan sembako kepada masyarakat. Dalam acara ini, hampir semua pegawai BRI Cabang dan Unit tumplek di Cilebar. "Setidaknya sembako yang kita bagikan bisa mencukupi kebutuhan nelayan," ujarnya. (spn)

Kepentingan Petambak dan Pemerintah Masih Kontra Produktif

Thursday, March 13, 2008


TIRTAJAYA, RAKA - Menindaklanjuti program Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang penghijauan, Kamis (13/3) pagi, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), camat, kepala desa dan perangkatnya menanam 2000 bibit pohon bakau di daerah pinggiran Kampung Sarakan, Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya.

Penanaman ini bertujuan menciptakan 'green belt' atau sabuk hijau yang terdiri dari pepohonan bakau sepanjang lepas pantai. Pemda Karawang dan Perhutani berencana untuk memiliki jalur hutan di sepanjang pesisir pantai, tapi rencana ini bentrok dengan kepentingan masyrakat Dan 'green belt' berhasil diciptakan jika masyarakat bisa memahami penting dan manfaat penghijauan yang akan dibentuk disepanjang pesisir pantai.

Di Kecamatan Tirtajaya, tercatat sekitar 3.200 hektar lahan bakau. Namun hanya 10 persen pohon ini yang sudah terlihat tumbuh besar, sedangkan sekitar 2.500 hektar lainnya hijaunya masih sedikit. Artinya, pada lahan tersebut masih kontra produktif antara pemerintah yang mencanangkan hutan lindung sementara masyarakat berkeinginan supaya lahan ini dijadikan area tambak ikan bandeng dan udang.
Saat ini, pemerintah dan masyarakat telah mensepakati yang isinya tentang supaya masyarakat yang mengelola tambak di lahan pemerintah supaya menanam pohon bakau. Namun, karena ketakutan produksi ikan berkurang, petambak ini tidak melakukan hal demikian kecuali sebagian kecil. Lahan teknis ini memang sudah sejak tahun 1950 lalu digarap oleh warga setempat, bahkan sampai terjadi jual beli lahan dibawah tangan.

Pada tahun 1989, pemerintah baru melakukan koordinasi dengan membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) karena sebagian besar pengelola lahan tambak ini tidak bersedia lahan garapannya diambil begitu saja oleh pemerintah dalam hal ini Perhutani. Dengan begitu, pemerintah melakukan perjanjian garapan, dengan catatan pengelola tambak harus mengikuti ketentuan pemerintah, terutama disaat lahan yang mereka kelola dan akan dijadikan kawasan hijau atau hutan lindung.

Kepala Resort Pengakuan Hutan (RPH) Ciwaru, Iman Nurdian (41) menjelaskan, bainya masyarakat melakukan pola penataan area tambak tanpa menghilangkan bakau di sekeliling area tambak ikan. Pola ini supaya ada keseimbangan antara kepentingan pemerintah mengenai penghijauan dan kepentingan masyarakat yang cenderung ekonomis mengelola ikan bandeng dan udang. "Kami harap mereka bisa membuat pola tanam dan sadar tentang kepentingan pohon bakau yang bisa mereka tanam 5x5 meter jarak antar tanaman dari satu pohon ke pohon lainnya. Dalam satu hektar diperkirakan 400 pohon bakau," katanya usai penanaman bakau.


Pohon Bakau Tidak Mengganggu Produksi Ikan Bandeng
Jika petani tambak ikan di Karawang beranggapan pohon bakau yang berada di pinggiran area tambak bisa menurunkan produksi ikan, maka petambak Karawang harus melihat langsung keberhasilan petambak ikan di Pemalang, Jawa Timur yang bisa menyatukan keduanya dalam satu area. Begitu kata Kepala Seksi Kehutanan Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan (Distanhutbun) Kabupaten Karawang, Edhy Hedianto.

Hal ini dia ungkapkan karena banyak petambak di Karawang yang tidak percaya jika di dalam area tambak ikan yang mereka garap ditanami pohon bakau. Selama ini masyarakat berasumsi, pohon bakau yang notabene sebagai penahan abrasi pantai sangat merusak dan merugikan produksi ikan bandeng termasuk pertumbuhan udang yang selama ini mereka garap. "Kalau pegawai seperti saya bicara tentang keberhasilan itu, pasti semua petani menganggap saya bohong, tapi jika petani Karawang datang dan berbicara langsung dengan petani Pemalang, disitu bisa dibuktikan fakta petambak Pemalang bisa menumbuhkan bakau ditengah area tambak ikan mereka," katanya.

Dia juga mengajak kepada penggarap tambak ikan yang selama ini cenderung takut pada pohon bakau yang tumbuh ditengah tambak mereka, supaya mau touring ke kawasan tambak di luar Kabupaten Karawang. Disana, petani Karawang bisa mempelajari segala macam tentang cara menumbuhkan ikan yang sekaligus menumbuhkan pohon bakau tanpa perlu khawatir produksi panen ikan berkurang.
Kata Edhy, teknik yang digunakan petani di luar Kabupaten Karawang itu sangat bagus dan pantas ditiru, untuk menghilangkan pemikiran sempit mengenai pola tanam ikan yang sebenarnya merugikan pemerintah, yaitu dengan melarang bakau tumbuh di area tambak. Padahal, selama ini petani tambak menggarap lahan diatas tanah pemerintah, bukan hak milik. Kebijakan tersebut tertuang, setelah penggarap lahan yang sudah puluhan tahun mengelola ikan bandeng kekeh tidak mau beranjak saat pemerintah mulai memprogramkan penghijuan dilahan yang selama ini diakui warga merupakan lahan produktif untuk ekonomi mereka.

Dengan begitu, pemerintah mengambil kebijakan supaya petani tambak tetap menggarap lahan sementara mereka harus menanam pohon bakau di sekeliling area tambaknya. Pohon tersebut, selain penghijuan juga berfungsi sebagai penahan abrasi pantai. Secara tekni, Edhy memaparkan cara penanaman bakau di area tambak ikan tanpa menggangu produksi ikan. Meski cara ini memakan waktu yang cukup lama, tapi keberhasilannya akan bisa terlihat jika petani konsekuen menjalankan prosedur.

Cara petambak Pemalang, yaitu dengan menanam bakau hampir di setiap pematang atau tanggul tambak, tapi batang akarnya dipotong sehingga akar tidak banyak apalagi menjulur ke segala arah. Tentunya ini perlu perawatan yang intensif. Selain itu, pertumbuhan bakau pun dijaga supaya tidak besar, diantaranya dengan memotong pucuk pohon secara berkala. Namun, jika ada salah satu pohon yang tumbuh besar, maka pohon itu ditebang dan digantikan lagi dengan pohon baru. Ini supaya kondisi pohon bakau di sekitar area tambak memiliki kesetaraan bentuk.

Jika pohon bakau yang selama ini terlihat banyak akarnya, dengan teknik pohon bakau terlihat batangnya menjulur dari bawah ke atas, tanpa akar jangkar atau akar yang menggantung. Di sela sisa akar-akar kecil pohon ini akan tumbuh plankton yang juga bisa sebagai pakan ikan bandeng. Jadi, sebenarnya dengan adanya bakau, biaya pakan bisa hemat, dari 10 kg perhari bisa dihemat menjadi 7,5 kg perhari dan keuntungannya pun berlipat. "Ini fakta, sudah disaksikan 30 petambak dari Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Tempuran dan Cilebar pada Desember 2007 lalu. Dan harapan kita, dari orang-orang yang sudah dibawa ke Pemalang, bisa menyebarkan informasi ini ke petambak ikan lainya di Kabupaten Karawang," ujarnya.

Kasi Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Perhutani Purwakarta Noor Rochmat mengatakan, di Karawang, Purwakarta dan Subang reboisasi sudah semakin baik. Pada tahun 2009 nanti tanah kosong akan habis. Meski begitu, tambah Noor, bukan berarti pada tahun 2010 tidak ada reboisasi, karena hutan dibagi sesuai fungsinya yaitu hutan lindung, produksi dan konservasi. "Menangani hal ini perlu penyelsaian dari semua pihak, meski tiap tahun terus dilakukan selalu ada kendalanya. Dan mudah-mudahan dari perbuatan yang kecil ini kedepannya akan mengalami perbaikan," katanya.

Sementara, Camat Tirtajaya Wawan Setiawan menjelaskan, pemerintah telah memberdayakan masyarakat, ketika pemerintan punya potensi dan punya biaya untuk membenahi alam, maka pemerintah akan secara langsung melibatkan masyarakat untuk melakukan penghijauan. (spn)




Tanggul Citarum Nyaris Jebol



BATUJAYA, RAKA - Masyarakat Dusun Tengah II dan Dusun Kramatjaya, Desa Telukbango, Kecamatan Batujaya sudah buntel-buntel pakaian dan bersiap ngungsi, setelah melihat Sungai Citarum di belakang rumah mereka meluap lima meteran lebih pada Selasa (12/3) pukul tujuh pagi. Pasalnya, di belakang rumah mereka ada tanggul yang sedang diperbaiki Bina Marga Karawang dan tanahnya masih labil, setelah tanggul itu amblas dan longsor pada 18 Februari 2008 lalu.


Beberapa warga yang bermukim bersebelahan dengan tanggul Citarum mengungkapkan, mereka was-was jika terjadi luapan yang lebih besar dan menjebolkan tanggul yang masih dalam perbaikan. Untuk antisipasi hal itu, beberapa warga langsung mengarug tanggul dengan karung tanah. Sebagian warga bahkan sudah menyatakan siaga untuk lari jika terjadi kebocoran pada tanggul tersebut.


Diketahui, sejak Senin (18/2) lalu, tanggul di RT 07/03 Dusun Kramatjaya, Desa Telukbango, Kecamatan Batujaya amblas kedalam tanah, sehingga meninggalkan sisa lubang besar. Sedangkan tanah di sekitarnya tampak longsor. Penyebab banjir karena pemerintah tidak mengawasi ketat semua tanggul di sepanjang Sungai Citarum, ditambah banyak warga yang menambang liar pasir-pasir di sepanjang saluran sungai ini sehingga mengakibatkan tanah sering longsor.


Seorang ibu rumah tangga di Dusun Tengah II, Aminah (55) menuturkan, mendengar kondisi tidak aman dari tentangganya tentang luapan air dia langsung bersiap diri untuk mengungsi ke sanak familinya yang ada di desa lain. "Kata orang-orang desa, semuanya harus waspada dan jangan terlalu lelap tidurnya, karena kemungkinan buruk bisa terjadi jika air meluap tinggi dan menjebolkan tanggul Citarum," katanya kepada RAKA, Rabu (12/3) siang di samping rumahnya yang berjarak 7 meter dari tanggul sungai besar ini.


Hal senada dikatakan ibu-ibu rumah tangga lainnya, seperti Aci (23). Melihat luapan air Sungai Citarum, dia langsung menelpon suaminya yang ada di Jakarta supaya pulang dan mengatakan kampung halamannya sedang dalam bahaya, karena beberapa meter tanggul di belakang rumahnya bisa dipastikan ambrol jika didorong tekanan air yang begitu besar. Ini karena tanah yang diangkat oleh mesin keruk belum begitu padat dan sangat rapuh. "Jika ditimpah hujan saja, pasti tanggul ini akan longsor, karena tanahnya belum keras, kami khawatir hal itu terjadi," katanya.


Warga setempat memastikan, jika luapan air bertambah maka tidak menutup kemungkinan kampung halamannya akan kembajiran, bahkan beberapa kecamatan lain pun akan merasakan hal sama. Seperti tragedi jebolnya tanggul Citarum di Dususn Tangkil, Desa Kuta Ampel, Kecamatan Batujaya pada tahun 2006 lalu yang menenggelamkan Kecamatan Batujaya, Tirtajaya dan Jayakerta.


Di kantor Desa Telukbango, beberapa aparat desa yang sedang berkumpul menjelaskan, pihaknya selalu siaga 24 jam, terutama pada malah hari yaitu sejak pukul 7 pagi hingga pukul 12 malam, bahkan diantara aparat ada yang berjaga hingga pagi hari. Di sepanjang tanggul yang diperbaiki, terdapat tujuh pos pengawasan yaitu di warung-warung kecil dan rumah penduduk setempat, penjaga malam ini terus mengawasi debit air Citarum dan melihat apakah ada celah kecil yang bisa menyebebakan kebocoran besar jika air sedang meluap, karena datangnya air bah Citarum ini datang tiba-tiba.


Kaur Desa Telukbango, Mardanih (32) mengatakan, pihaknya sangat mengkhawatirkan jika mendadak terjadi luapan air besar. Pihak desa ini menginginkan perbaikan tanggul yang rusak itu bisa selesai secepatnya, melihat kondisi perbaikan tidak begitu berat. "Kita sudah terlalu lelah piket tiap malam untuk mengantisipasi jebol tanggul. Dan saya lihat, setelah air meninggi, mesin keruk itu tidak bisa lagi mengambil tanah dari bantaran sungai melainkan dari tanah sebelah di sepanjang tanggul," ujarnya. (spn)



Dua Dusun di Rengasdengklok Masih Kebanjiran

Sunday, March 9, 2008



RENGASDENGKLOK, RAKA - Meski badai telah berlalu, puluhan rumah di Dusun Kalijaya, Desa Rengasdengklok Utara dan Dusun Sinarsari, Desa Kalangsari, Kecamatan Rengasdengklok masih tetap terendam 20-50 cm. Dusun Kalijaya kebanjiran karena lokasinya yang rendah ditambah tidak memiliki saluran pembuang. Sedangkan Dusun Sinarsari terendam karena perkampungan ini sebelumnya adalah bekas rawa.


Seperti dituturkan Kepala Dusun Kalijaya, Desa Rengasdengklok Utara, Didi (50) saat ditemui RAKA, Minggu (9/3) siang. Air hujan yang menggenangi kampungnya tidak akan pernah surut jika tidak dipompa. Dan hingga kemarin, ketinggian air di Dusun Kalijaya masih sekitar 50 cm. Air yang surut di beberapa gang dan jalan setapak kini kondisinya jeblog dan berlumpur juga sulit dilalui pejalan kaki apalagi kendaraan sepeda dan motor.

Kendati begitu, sebisa mungkin warga setempat mulai melakukan aktivitasnya. Sementara, di tanggul Sungai Citarum yang tidak jauh dari Dusun Kalijaya ini mesin pompa terus menderu hampir 24 jam, sesekali berhenti 1-2 jam saat Maghrib. Pompa ini dikerahkan dari Satpol PP, Pemadam Kebakaran (PMK) dan Pemda Karawang yang diturunkan saat banjir berlangsung. Kini yang masih digunakan mesin pompa dari Pemda Karawang, sementara dari Satpol PP dihentikan dan satu mesin pompa dari PMK telah diambil beberapa hari lalu, karena air sudah mulai surut.

Diketahui, saat banjir di Dusun Kalijaya, hampir semua warganya mengungsi ke jalan raya yang kering, sementara rumah mereka ditinggalkan terendam hingga lapuk. Namun, sejak lima hari lalu, pengungsi yang siang-malam tinggal ditenda pengungsian telah berangsur kembali ke rumah-rumah mereka sambil berdoa semoga bulan ini hujan deras tidak turun lagi dan menggenangi tempat tinggal mereka. "Mudah-mudahan, tiga hari lagi air akan benar-benar surut jika terus dipompa 24 jam," ucap Didi.

Kata Didi, saat ini penduduk Dusun Kalijaya tidak kurang dari makanan dan tampak sehat, mereka telah kembali bekerja seperti biasanya. Hingga kemarin, di pertigaan Dusun Kalijaya dengan Dusun Kertasari, masih tampak kendaraan dari Dinas Kesehatan Pusat, yaitu alat penyaring air kotor menjadi air bersih untuk bisa dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Meski kondisi sumur-sumur warga sudah kembali jernih, kendaraan itu masih belum beranjak.

Sementara, di Dusun Sinarsari, Desa Kalangsari, di RT 08 dan 09 percis di seberang kantor desa setempat, genangan air hujan masih tampak. Kata Kepala Desa H.Aan Heryanto, banjir di Dusun Sinarsari ini sulit di keringkan, meski disedot pakai mesin pompa, sepertinya akan memakan waktu yang cukup lama, karena sebelumnya lahan pemukiman di Dusun Sinarsari ini bekas rawa.

Kata Aan, warga Dusun Sinarsari sepakat tidak akan melakukan pompanisasi sekarang, karena hanya akan membuang-buang biaya operasional jika dilakukan di musim penghujan ini. Mereka beranggapan, curah hujan masih belum surut di bulan Maret ini. Kesepakatan bersama masyarakat itu bertujuan supaya desa dan pemerintah tidak menghamburkan dana sia-sia untuk menguras air banjir di Dusun Sinarsari, sementara curah hujan masih diperkirakan tinggi.

Warga setempat mengakui, banjir yang menggenangi pemukiman mereka memang kerap terjadi di setiap musim hujan. Meski rumah mereka terendam sekitar 40 cm, hingga kini warga Dusun Sinarsari masih tetap bisa melakukan aktivitasnya. "Jika musim hujan telah berlalu, saya akan memompa air ini ke Sungai Citarum. Dan saya butuh dukungan dari semua pihak, terutama Pemda Karawang untuk biaya operasional, selain desa dan masyarakat pun sudah bersedia membiayai penyedotan ini," kata Aan. (spn)

Banjir Dengklok Meluas


BANJIR di berbagai pelosok Kabupaten Karawang sudah berlangsung lebih dari sepekan. Namun, belum memperlihatkan tanda-tanda akan surut. Bahkan di daerah yang pekan kemarin tidak banjir, kini sudah tergenang puluhan cm.

Di Kecamatan Rengasdengklok, kawasan paling padat di utara Kabupaten Karawang, beberapa jalan raya terputus. Banyak kendaraan, sepeda motor yang mogok. Namun, banjir ini dimanfaatkan anak-anak setempat sebagai arena bermain. Seperti yang terlihat di Jalan Bosowa, Desa Kertasari dan Jalan Karya Bhakti, Raya Rengasdengklok Utara.

Kendati begitu, di dalam pemukiman RT 06 Dusun Krajan B, Kertasari, ratusan warga pasrah menerima keadaan, mereka tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa kecuali hanya nangkring di bale dan meja-meja yang ada di depan rumah masing-masing. Dan lagi-lagi rombongan BAGUNA (Badan Penaggulangan Bencana Alam) PDI Perjuangan yang datang lebih dulu memberi bantuan kepada para korban banjir. (spn)

Warga Bekasi Belanja di Dengklok


RENGASDENGKLOK, RAKA - 70 persen masyarakat Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi melakukan transaksi jual-beli di pasar Rengasdengklok. Kedua daerah ini hanya dibatasi sungai Citarum dan akses penyeberangan warga setempat hanya menggunakan perahu eretan. Sedangkan warga sangat mengharapkan jembatan penyeberangan permanen di antara Desa Rengasdengklok Selatan, Karawang dan Desa Sumbersari, Bekasi.

Dilihat, Desa Sumbersari dan Desa Karang Haur, Kecamatan Pebayuran, Bekasi sebagian warganya berdagang di kota Rengasdengklok. Dengan begitu, kedua kabupaten antara Karawang-Bekasi yang terpisah bentangan sungai Citarum merupakan tonggak ekonomi yang tidak terpisahkan.

Beberapa warga di Desa Karang Haur, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi mengatakan, sejak lama masyarakat di kedua kabupaten tersebut mendambakan lintasan sungai yang efesien, yakni jembatan penyeberangan. Sekarang, yang menjadi jasa penyeberangan masih dilakukan perahu. Perahu swadaya masyarakat ini tiada henti melintasi Citarum.

Hanya dengan ongkos Rp 1000 warga bisa menyebrang aman dengan kendaraan sepeda motornya maupun mobil pribadi dan truk. Seorang warga Kecamatan Pebayuran yakni Yono (35) mengatakan, dengan adanya perahu eretan yang digunakan jembatan kedua masyarakat di dua kabupaten ini sangat membatu masyarakat. "Untuk mencapai Pasar Cikarang sangat jauh, lebih dekat ke pasar Rengasdengklok, jadi kita membeli segala keperluan ke pasar Rengasdengklok," katanya kepada RAKA, Rabu (22/11) siang.

Sementara, pemilik perahu eretan yakni Suhenda (43) menyatakan, perahu yang mereka gunakan harganya mencapai 40 juta-an. Jadi, sangat kuat dan mampu menyeberangkan kendaraan truk tanpa muatan. "Namun, yang boleh melewati jembatan ini harus truk kosong jangan ada muatannya, kecuali mobil pribadi yang kecil, karena kita sekaligus menyebrangkan sepeda motor dan lainnya," ujarnya.

Di atas perahu penyeberangan, seorang pekerja lainnya memaparkan, dalam waktu sehari, sedikitnya penghasilan perahu eretan itu sebesar Rp 500 ribu untuk dua perahu dengan pemilik perahu yang sama. "Selain untuk upah yang 'ngeret' (narik perahu dengan tambang, red) ada kas khusus untuk perbaikan perahu," katanya sambil memperhatikan tali tambak yang dia tarik.

Sementara, air Citarum yang naik dan surut pun sudah bisa diantisipasi para pekerja penarik jasa penyeberangan tersebut. Juga, para pekerja pun mengoptimalkan kenyamanan bagi pengguna jasa perahu itu. Misal mereka menabur dedek pada tanah yang licin di sekitar sungai, supaya warga tidak tergelincir saar naik dan turun dari perahu.

Jika di lokasi belakang Tugu Proklamasi ini dibangun jembatan besar, tidak menutup kemungkinan pasar Rengasdengklok akan lebih ramai dibanding sekarang dan pertumbuhan ekonomi kota Rengasdengklok akan cepat berkembang. Kendati begitu, tentunya akan menuai permasalahan baru,karena saat ini saja, pasar Rengasdengklok belum terawat baik dan masih semerawut. (spn)

200 Orang Masih Terjebak Dilokasi Banjir


RENGASDENGKLOK, RAKA - Bantuan logislitik yang diluncurkan baik oleh pemerintah ataupun organisasi politik dinilai tidak tepat sasaran. Hal itu karena bantuan lebih banyak diberikan kepada pengungsi dipinggir jalan ketimbang yang terjebak dilokasi banjir.

Hal itu diungkapkan warga empat RT di Dusun Kalijaya II, Desa Rengasdengklok Utara, yang hingga kini masih bertahan di lokasi banjir. "Saat ini sebanyak 200 warga saya masih terjebak dilokasi banjir. Mereka bertahan tanpa bantuan pemerintah dan organisasi yang selama ini memberikan bantuan. Padahal kondisi ketinggian air disana masih sepinggang orang dewasa," kata Kades Rengasdengklok Utara, Enim Saputra, Senin (18/2) kepada RAKA.

Enim mengatakan itu didampingi BPD Perwakilan Dusun Kalijaya Halidi. Bahkan Enim menambahkan sejak pertama banjir melanda, sudah dua minggu warganya bertahan dilokasi banjir tersebut. "Selama ini mendapat bantuan adalah warga Dusun Karyasari, Desa Karyasari terus, padahal yang lebih parah banjirnya adalah warga Dusu Kalijaya I dan II, Desa Rengasdengklok Utara, termasuk Perumahan Dengklok Permai," ucapnya.

Justru yang saya sayangkan, lanjut Enim, bantuan hanya terbatas bagi warga yang mengungsi di pinggir jalan yang berdekatan dengan tanggul Citarum Rengasdengklok. Sedangkan, warga Dusun Kalijaya yang lokasinya didalam dan terendam habis, malah tidak tersentuh bantuan," kata Kades Enin Saputra yang akrab disapa Capsul.

Beberapa hari ini, perwakilan warga mendatangi rumah Kades Capsul untuk mempertanyakan, kenapa bantuan yang seharusnya masuk ke pemukiman banjir malah nyangkut ke pemukiman yang sebenarnya tidak banjir atau lokasi yang kehujanan biasa. Beberapa warga mengungkapkan kepada Kades Capsul, untuk bisa menangani hal ini secepatnya, karena sebgian besar warga sudah kekurangan stok makanan, karena selama ini mereka tidak aktiv bekerja.

Kata Capsul, mayoritas warga Dusun Kalijaya I dan II adalah buruh pasar, penarik becak dan kuli.Sementara ini, kata Capsul, koordinasi kecamatan kepada wilayah banjir tidak jelas, sembilan desa se-kecamatan mendapat jatah bantuan beras, padahal tidak semua desa di kecamatan ini kebanjiran.
Bahkan untuk Desa Rengasdengklok Utara hanya kebagian 1,5 kwintal beras hasil pembagian Pemda Kararawang. Sementara, diketahui banjir besar terjadi di dua desa, Desa Kertajaya dan Rengasdengklok Utara. "Saya harap, Pemda Karawang pentingkan Desa Rengasdengklok Utara, karena selama ini penyaluran bantuan sering keliru dan terus berdatangan ke Desa Kertasari, padahal banjir yang lebih parah di Rengasdengklok Utara," ungkapnya.
Hingga kemarin, banjir di Rengasdengklok Utara masih terus meluas. Air besar dari Dusun Kalijaya I dan II itu turunnya melalui pemukiman Dusun Cikangkung Barat I, imbasnya dusun ini pun tidak luput dari banjir akibat air kiriman dari Kalijaya. Sekitar 70 rumah terendam dengan ketinggian air sekitar 50 cm.
Banjir pun menggenangi Jalan Karya Bakti tepat di depan kantor Desa Rengasdengklok Utara. Beberapa kendaraan motor banyak yang mogok akibat terendam. Banjir yang terjadi di Rengasdengklok Utara ini sempat melumpuhkan aktivitas warga. Namun, tampak beberapa warung kecil yang tergenang banjir masih buka dan tetap melayani pembeli, tapi pemiliknya nangkring di atas meja. (spn)

Saatnya Benahi Saluran Air Pasca Banjir

Friday, March 7, 2008

BATUJAYA, RAKA - Pasca banjir saat ini, sudah menjadi keharusan bagi pemerintah untuk menangani perbaikan saluran air yang menjadi penyebab banjir. Di beberapa keamatan Kabupaten Karawang saluran air sudah rusak, misalnya di Kecamatan Pakis, Batujaya, Cilebar, Pedes dan Tirtajaya, semua saluran itu saat ini perlu dibenahi.


Demikian kata Anggota Komisi B DPRD Karawang Mahmud Mathopani kepada RAKA, kemarin. Saluran air dan jalan yang terendam banjir sebulan kemarin. kini perlu perbaikan, terutama Sungai Bembang sepanjang 12 km dari Desa Neglasari, Kecamatan Tirtajaya hingga Desa Sedari Kecamatan Cibuaya. "Saya minta pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Jabar untuk kembali mengkaji saluran-saluran pembuang di beberapa kecamatan, karena saat ini kondisinya sudah dangkal, bahkan banyak saluran-saluran air yang saat ini kondisinya semakin parah dibanding tahun lalu," katanya.


Di Kecamatan Cibuaya, tercatat ratusan hektar lahan sawah dan tambak terendam, kini kondisi kedua petani tersebut tidak bisa berbuat banyak, kecuali meratapi kerugiannya. Dengan begitu, untuk mengantisipasi banjir yang kemungkinan bisa terjadi lagi, kata Thopani, para petani tambak di Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya sudah menyatakan bersedia membantu pemerintah jika saluran air di area mereka akan benahi, beberapa diantaranya sudah menyatakan bersedia melebarkan saluran-saluran air dengan mengikis sedikit pematang tambak-tambak mereka yaitu sekitar 4-5 km antara Desa Kedungjaya hingga Desa Cemara.


Sementara, masyarakat di sepanjang Pantai Cemarajaya hingga Sedari, Kecamatan Cibuaya kini sedang menunggu realisasi perbaikan jalan raya yang terputus akibat abrasi, karena jalan ini pun sangat penting bagi petani tambak ikan dan nelayan yang membutuhkan jalan penghubung dua desa tersebut. Kini, dua desa itu tidak memiliki jalan kecuali menyusuri pematang tambak ikan dan jalan setapak. Jika tidak terbiasa melaluinya, akan sangat sulit mengendalikan kendaraan roda dua, terlebih roda empat sama sekali tidak bisa melalui jalan tersebut. (spn)

Kondisi Tanggul Citarum Rusak Parah


BATUJAYA, RAKA - Sungai Citarum yang membentang dari Kabupaten Purwakarta, Karawang, dan Bekasi saat ini dalam kondisi rusak. Di Kabupaten Karawang saja, sedikitnya terdapat tujuh titik memprihatinkan dan rawan jebol, yang paling parah yaitu di Desa Telukbango, Kecamatan Batujaya.
Diketahui, kualitas tanah tanggul Citarum sudah tidak memenuhi syarat. Sebab, kualitas tanah itu terlihat rapuh, hal ini karena air atau kondisi alam, belum lagi dari manusia yang merusaknya.
Sampai sekarang, pemerintah belum melakukan upaya ke arah pembangunan tanggul permenen di sepanjang Sungai Citarum, kecuali hanya perbaikan-perbaikan ringan. Dan sepertinya, pemerintah belum memprioritaskan pembenahan ini.
Sejak Senin (18/2) lalu, tanggul di RT 07/03 Dusun Kramatjaya, Desa Telukbango, Kecamatan Batujaya amblas kedalam tanah, sehingga meninggalkan sisa lubang besar. Sedangkan tanah di sekitarnya tampak longsor. Penyebab ini diantaranya karena terdapat penyedotan pasir liar di sekitar desa ini, salah satunya di Desa Karangharja, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi.
Kepala Desa Telukbango, Subur Suhada menjelaskan kepada RAKA, Senin (3/3) siang di lokasi tanggul yang longsor. Entah kenapa tanah tanggul bisa amblas dan membentuk lubang besar yang digenangi air, sementara tanah di sisi kiri dan kanannya longsor ke arah Sungai Citarum. Saat pertama kejadian pada Senin (18/2) lalu, warga tidak bisa berbuat banyak kecuali langsung menyiapkan karung-karung yang diisi tanah, menjaga jika sungai besar ini meluap.
Namun, pihak Bina Marga Karawang langsung tanggap dan mengirimkan sebuah alat pengeruk untuk merapihkan tanggul, karena Bina Marga juga mengkhawatirkan terjadi banjir mendadak yang airnya bisa limpas ke pemukiman penduduk dan membanjir beberapa kecamatan seperti tragedi banjir jebol tahun lalu. Tanah ini amblas ke dasar tanah sekitar 4,5 meter, juga 70 cm berada di bawah tanah darat penduduk.
Hingga kini, tanggul tersebut masih dalam tahap perbaikan. "Longsornya secara bertahap, warga hanya diam terpaku dan tidak bisa berbuat banyak, karena kalau melihat kondisi longsor sudah jelas tidak bisa ditangani tenaga manusia melainkan harus dengan tenaga mesin. Untuk itu pihak desa langsung mengajukan perbaikan pada Pemda yang langsung turun tanggal 22 Februari dan Bina Marga sudah mendatangi lokasi tanggal 20 Februari 2008 kemarin," ungkapnya.
Masalah utama di Sungai Citarum selama ini adalah soal banjir, karena sungai ini dikenal sering meluap dan menimbulkan banjir besar. Sementara ini, pemerintah hanya menyuruh semua intansi pemerintah untuk berkoordinasi dengan kepala desa supaya mewaspadai musibah banjir bandang. Ini supaya masing- masing warga untuk lebih hati-hati.
Beberapa waktu lalu, kata Kades, Wakil Bupati Karawang Hj.Eli Amalia Priatna saat melihat kondisi tangul Citarum di Telukbango menekankan pada Bina Marga dan Balai Besar Citarum untuk menangani hal ini secepatnya, supaya tidak terjadi banjir jika Citarum meluap mendadak. "Jika banjir terjadi, maka akan menggenangi sekitar 3500 hektar sawah di beberapa desa, seperti Teluk Bango, Karya Mulya, Karyamakmur, Medan Karya, Teluk Ambulu, Karyabakti, Baturaden dan Desa Batujaya di dua kecamatan Tirtajaya dan Batujaya," katanya.
Selain di Dusun Kramatjaya, kondisi serupa terjadi di Dusun Tengah I, Desa Teluk Bango. di Dusun Tengah I ini kondisi tanggul sudah retak-retak dan longsor. Untuk itu perlu perbaikan segera karena dikhawatirkan tanggul itu tidak akan bisa menahan air bah Citarum. Dari tujuh titik sepanjang Citarum, Desa Teluk Bango yang paling parah.
Dengan kondisi ini, warga siaga bahkan perlengkapan rumah sudah dievakuasi, akhirnya jarang ada yang usaha dan ekonomi mereka turun. Sebanyak 103 Kepala Keluarga butuh bantuan sembako karena tidak Sebanyak tujuh rumah warga di Dusun Kramatjaya sepanjang tanggul Citarum dijadikan posko siaga untuk mengamati kondisi tanggul Citarum. "Kita sudah ada aksi dan upaya mengisi tanah kedalam karung untuk penanggulangan jika terjadi longsor mendadak. Mudah-mudahan sampai pekerjaan selesai debit air tidak tinggi," kata kades. (spn)

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan