Mengais Rezeki di Perahu Eretan Sungai Citarum

Friday, February 20, 2009

Dua pekerja perahu eretan di Kecamatan Rengasdengklok saat melayani penumpang yang menyebrang.
 
RENGASDENGKLOK, RAKA - Sehari, satu unit perahu eretan penyebrangan Sungai Citarum bisa meraup hasil Rp 1-2 juta-an. Seperti perahu eretan penghubung Kecamatan Rengasdengklok dengan Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi. Angkutan jasa ini pun selalu memberi kontribusi pada dua desa di dua kabupaten tempat perahu eretan berada.
 
Seperti diungkapkan, Enda (25), seorang pekerja perahu eretan asal Desa Sumbersari, Kecamatan Pebayuran. Hampir setiap tahun, penghasilan satu unit perahu ini telah banyak memberi sumbangan kepada desa termasuk pada kepolisian setempat. "Kalau ada kegiatan desa, aparat desanya datang dan meminta bantuan pada kami. Dengan senang hati, kami selalu membantu," ujarnya saat ditemui RAKA, Kamis (19/2) siang di tengah kesibukannya melayani warga yang akan menyeberang Sungai Citarum.
 
Perahu eretan yang berada antara Desa Rengasdengklok Selatan, Kecamatan Rengasdengklok dengan Kabupaten Bekasi ini terdapat empat unit, ke empat unit itu dikelola oleh warga Pebayuran. Satu unit perahu ini mempekerjakan 10-14 orang, pekerja sebanyak itu dibagi dua 'shift' siang dan malam. Kata Enda, perahu eretannya ini merupakan milik sekeluarga. Dijelaskannya, sekali melintas penumpang pejalan kaki dikenakan biaya Rp 1000, sepeda motor Rp 2000 dan mobil Rp 5000. "Kami 'patungan' untuk membeli perahu ini dan merawatnya bersama-sama, hasilnya pun dibagi rata, tapi ada juga perahu eretan yang dimiliki satu orang, sedangkan pekerjanya diupah," ujarnya
 
Dia menyebutkan, harga satu unit perahu penyeberangan Sungai Citarum ini sekitar Rp 40 juta-an. Harga ini memang sesuai dengan kontruksinya yang kokoh, bahkan bisa mengangkut mobil 'carry' berpenumpang dan truk besar yang kosong. Tentunya ini bukan hal aneh bagi warga di kedua kecamatan beda kabupaten ini yang memang setiap harinya hilir-mudik menggunakan perahu eretan Sungai Citarum. Beda dengan warga yang baru merasakannya, kadang ada rasa takut jika perahu itu tenggelam, mengingat muatannya pun tak tanggung-tanggung berbobot berat.
 
Kendati begitu, pada saat air Sungai Citarum ini meluap, otomatis usaha yang dilakoni Enda ini pun terhenti, karena luapan air yang cukup besar itu sangat beresiko. Selain arus airnya besar, kedalaman air pun bertambah 10 kali lipat. "Tentu, saya takut melihat air Sungai Citarum ketika meluap, makanya kami mengentikan aktivitas, karena sedikit saja kesalahan akan fatal dan membahayakan nyawa penumpangnya," ujarnya.
 
Diakuinya, pada saat Sungai Citarum meluap, para pekerja dan pengusaha eretan pun berupaya membandung beberapa titik tanggul-tanggul sungai dengan ratusan karung tanah. Dan ketika luapan surut, pekerja eretan ini tidak hanya bekerja membantu warga melintas, melainkan harus membenahi tanah-tanah lumpur di sekitar perahu eretan yang berlumpur. Ini dimaksudkan supaya warga pejalan kaki maupun yang membawa kendaraan motor-mobil bisa nyaman saat melewati Sungai Citarum dengan perahu eretan tambang ini. (spn)
 
 

Ramai DBD, Warga Payungsari Minta Fogging

Fogging
 
 
PEDES, RAKA - Menyusul banyaknya warga yang kena Demam Berdarah Dengue (DBD) selama musim hujan ini, warga Desa Payungsari, Kecamatan Pedes meminta fogging. Meski kemarin telah dilaksanakan di Dusun Pedes I, warga di desa ini meminta supaya pengasapan itu dilakukan di semua dusun.
 
Hal ini diungkapkan beberapa warga, termasuk Tata warga Dusun Pedes II. Dia menyanyangkan fogging hanya dilakukan di pemukiman yang terdapat endemik DBD. Padahal menurutnya, antisipasi wabah ini bisa dilakukan di semua dusun, agara korban DBD berikutnya tidak terjadi. "Jangan sampai ada korban kemudian difogging. Saya harap aturan Dinas Kesehatan mengubah supaya fogging dilakukan tidak hanya pada saat ada korban DBD," jelasnya kepada RAKA, Kamis (19/2) sore.
 
Beberapa waktu lalu, Kepala Desa Payungsari, Kecamatan Pedes, H. Endjup Somantri menyatakan, pihak desa memang menginginkan supaya semua dusun di fogging, meski setiap rumah harus membayar biaya pengasapan tersebut, tapi pihak Dinas Kesehatannya tidak bisa merealisasikan. "Kami juga diminta pihak kecamatan supaya melarang fogging liar bukan dari Dinas Kesehatan, karena dikhawatirkan mereka menggunakan obat yang berbahaya bagi kesehatan," ucapnya.
 
Sementara itu, di Desa Rengasdengklok Utara, Kecamatan Rengasdengklok, warga Dusun Jati meminta fogging menyeluruh ke semua pemukiman se-dusun. Beberapa hari kemarin, fogging di dusun ini hanya dilakukan pada sebagian RT, sedangkan pemukiman di RT lainnya belum difogging. "Di musim hujan dan angin kencang ini, satu nyamuk saja bisa berkeliaran jauh. Jadi, yang lebih aman semua rumah difogging," kata Aji warga Jati. (spn)

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan