Warga Sampalan Tewas Kesetrum

Wednesday, October 15, 2008

KUTAWALUYA, RAKA - Naas, Eming (40) warga RT 014/04, Dusun Krajan 2B, Desa Sampalan, Kecamatan Kutawaluya tewas tersengat seterum dikamar mandi pukul 16.30 WIB, Senin (13/10). Diduga, ayah tiga anak ini tersengat kabel litrik yang sobek saat dia akan mandi. Ketika dikontakan, listrik langsung menyengat tubuhnya dan tewas seketika.
 
Saat korban teriak, tidak ada satu tetangga pun yang mendengarnya, bahkan rumah kediaman korban tampak sepi seperti biasanya. Korban yang tergeletak tak bernyawa pertama dilihat anaknya sendiri. Korban yang diketahui kesehariannya sebagai tukang ojek ini langsung dikerubungi tetangga setelah anaknya teriak minta tolong sambil menangis. Sementara, istri Eming sedang diluar negeri sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang baru berangkat 3 bulan lalu.
 
Korban langsung diambil pihak keluarganya ke Jarakosta, Lemah Abang untuk dikebumikan, di kampung halamannya. Diketahui, sebelum tersengat listrik, Eming menghadiri pernikahan di kampungnya, sepulangnya dia langsung mandi, tapi naas saat dia menyalakan mesin pompa air, tanpa disadari kabel listrik menyentuh air dan menyengat tubuhnya.
 
Dijelaskan warga setempat, pompa air eming sulit nyala, kecuali tabung airnya dipancing pakai air. Dan Eming melakukan hal itu setiap dia akan mandi. Kemungkinan Eming yang keseharian hanya mendapatkan hasil usaha pas-pasan ini tidak sanggup memperbaiki pompa air itu. "Saat dimasukan air ke tabung, kemungkinan airnya luber dan menyentuh kabel, airnya keinjak kaki dan langsung menyengatnya," kata ketua dusun setempat, Taslim (60). (spn)

Pemotongan BLT Menuai Protes

RENGASDENGKLOK, RAKA - Aparat Desa Amansari, Kecamatan Rengasdengklok diklaim warganya telah menyunat uang BLT secara sepihak dan tanpa musyawarah. Sebanyak 747 kepala keluarga (KK) penerima BLT termasuk 247 KK susulan disunat 50 persen dari uang yang mereka terima dari pegawai POS yang membagikan dana itu di aula desa.
 
Diantara warga yang geram soal pemotongan BLT ini adalah Nining Sari Ningsih warga Dusun Jatipereh yang didampingi Mahasiswa BEM Rema (Republik Mahasiswa) UPI Bandung. Keduanya menuntut aparat desa dan menolak pemotongan BLT, karena pemotongan BLT ini dianggap sepihak dan tanpa melibatkan masyarakat banyak, kecuali hanya beberapa warga tertentu saja yang diajak bermusyawarah soal pemotongan tersebut.
 
Diakui Nining, selain keputusan secara sepihak, dia juga menerima ancaman (peringatan, red) dari aparat desa, tidak akan melayani warga pemilik kartu BLT jika mereka tidak dipotong. "Tidak masalah jika harus ada pemotongan untuk dihibahkan kepada warga yang tidak terdata sebagai penerima BLT, tapi harusnya musyawarah tersebut harus benar-benar diketahui oleh semua penerima BLT, tidak hanya melibatkan sebagian kecil warga saja," ucapnya langsung kepada Kepala Desa Amansari, Hanafi.
 
Sedangkan, Mahasiswa dari BEM UPI Bandung, Arifin (23) menegaskan, tindakan aparat desa yang memalsukan tanda tangan warga yang sepakat untuk pemotongan adalah tindakan pidana yang bisa terjerat sanksi hukum, karena beberapa warga Amansari mengaku tidak pernah dilibatkan dalam musyawarah tersebut, tetapi naman mereka malah tercantumkan sebagai peserta musyawarah yang menyetuji pemotongan BLT.
 
"Jika warga ingin melanjutkan permasalahn ini secara proses hukum, saya akan dampingi, karena beberapa warga tidak mengetahui musyawarah pemotongan BLT. Dan aparat desa telah mengambil keputusan secara sepihak dengan mengatas namakan masyarakat," ujarnya.
 
Menanggapi hal itu, kepala desa tidak tinggal diam, dijelaskannya, musyawarah tersebut memang sudah dilakukan jauh hari dengan melibatkan unsur BPD, LPM dan masyarakat. Tentang adanya ancaman aparat desa kepada penerima BLT, aku Hanafi, itu kemungkinan diucapkan aparat desa supaya pencairan BLT di desa ini kondusif, karena sejak awal di tengah masyarakat sudah terjadi ada gejolak sosial, yaitu dari warga yang tidak terdata sebagai penerima BLT, mereka menuntut kepada aparat desa agar non BLT itu kebagian uang BLT.
 
"Musyawarah pemotongan BLT itu untuk meredam gejolak warga, kami telah belajar dari pengalaman pencairan BLT lalu, jika tidak ada pemerataan untuk non BLT, dikhawatirkan akan muncul gejolak. Untuk itu kami melakukan musyawarah pemotongan BLT," ungkap Hanafi. (spn)

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan