Pemulihan Abrasi Tidak Bisa Sekejap

Wednesday, March 4, 2009


RENGASDENGKLOK, RAKA - Pemulihan abrasi tidak bisa sekejap, tapi membutuhkan beberapa tahun kedepan dan itu pun harus didukung ektra dari masyarakat dan pemerintah setempat. Demikian kata Pelaksana Lapangan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Cikiong, Acep Rahmat, kepada RAKA, Selasa (3/3) siang.
 

Menurutnya, kerusakan lahan agraris atau lahan milik yang di pinggir pantai lebih besar dibanding lahan perhutani yang telah ditanami mangrove. Hal itu terjadi karena lahan milik warga cenderung hanya untuk kepentingan ekonomi seperti wisata pantai dan tambak ikan tanpa memperhatikan ekologinya atau penghijauan pantai termasuk untuk menahan abrasi.
 

Memang, kendala Perhutani untuk menghijaukan pesisir pantai saat ini berbeturan dengan masyarakat. Sedikit masyarakat yang memahami pentingnya penghijauan di pesisir pantai. "Dari kita banyak sekali upaya untuk menghijaukan pesisir pantai, diantaranya dengan membuat plot tanaman, misal pola tanaman rumpun, pola balik gili termasuk mencari jenis tanaman yang cepat tumbuh," ucapnya.
 

Bicara abrasi yang terjadi di sepanjang pantai wisata Cibuaya, Acep
menjelaskan, pengarugan pantai dengan batuan tidak menjamin pemukiman lepas dari abrasi, karena yang lebih efesien adalah dengan menanam mangrove. Batuan atau penahan abrasi dari karung tanah tidak akan bertahan lama, malah akan hancur. Sedangkan mangrove mampu bertahan lama dan terus tumbuh, meski gelombang pantai semakin besar. Apalagi saat ini, gelombang laut besar terjadi setiap awal bulan, pertengahan dan akhir bulan. ";Batuan hanya jangka pendek, sedangkan mangrove untuk jangka panjang, karena mangrove terus tumbuh," ujarnya.
 

Sementara itu, hutan di kawasan percontohan di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Cibuaya BKPH Cikiong menyusut. Kata Acep, menyusutnya pohon mangrove di daerah itu akibat banjir hujan besar tahun 2000 lalu selama tiga bulan, kematian tanaman akibat banjir ini diketahui berdasarkan penelitian Institut Petanian Bogor (IPB). Dan mangrove tidak bisa bertahan hidup selama tiga bulan terendam banjir, daunnya menguning dan mati.
 

Sebelumnya, banjir besar terjadi tiap lima tahun, tapi kini hampir
tiap tahun banjir. Untuk itu, kita sudah upayakan demplot untuk reboisasi dan pemulihan hutan, kita bikin semacam terapan efektif, ekologi dan ekonomi yang bisa diraih antara masyarakat penggarap lahan perhutani dan perhutani sendiri. "Kita berharap, masyarakat bisa budidaya ikan dan kita bisa ekologi hutan mangrove, kita berupaya semaksimal mungkin mangrove ini bisa tumbuh baik," ujarnya. (spn)
 

Harus Ada Perda Berwawasan Lingkungan

"Saya harap Pemda Karawang bisa menyusun Peraturan Daerah (Perda) yang berhubungan dengan kawasan mangrove, supaya ada kewajiban melekat bagi masyarakat Karawang termasuk aparat pemerintah tentang pentingnya penhijauan di sepanjang pesisir pantai," kata Asisten Perhutani, Diki H. Marwan, S.Hut, Selasa (3/3) siang.
 
Menurutnya, saat ini aturannya Departemen Perhutanan (Deptan) belum sinergi dengan Pemda Karawang. Jika Deptan punya kebijakan dan didukung Perda Bupati Karawang, maka akan lebih efektif. "Kita ingin, nanti akan dipisah, antara tambak ikan terbatas dan budidaya penuh. Kalau Perhutani sudah punya pola ini, tapi belum efektif, makanya butuh dukungan Perda. Untuk mendorong Perda ini, kita sudah merintisnya dan melakukan komunikasi dengan anggota dewan, termasuk sudah koordinasi dengan Dina Perikanan dan Dinas Kehutanan," ucapnya.
 
Kalau masalah kebijakan, kata Diki, Pemda dan Provinsi sudah sejalan, sedangkan untuk mensinergikan antar kebijakan itu belum ada komunikasi yang 'luwes'. Perikanan dengan wawasan kelingkungan memang sudah dikedepankan, apalagi kawasan mangrove arah konservasinya yang paling utama. "Kini, penanaman terus rutin kita lakukan tiap tahun termasuk program diluar Perhutani yang didorong Muspika kecamatan dan LMDH. Memang hasilnya belum sesuai yang diharapkan, faktor utamanya kita belum menyentuh penuh masyarakat petambak. Untuk membangun kesadaran penghijauan pun belum menyentuh mayarakat. Kita harus membuat revolusi kesadaran, kalau secara teknis bisa disiasati," ujarnya.
 
Dia mengajak, supaya semua unsur pemerintah dan masyarakat membangun budaya baru dan membangun kesadaran baru, tentang pentingnya penghijauan, karena budidaya tambak ikan masyarakat sudah lama berjalan lama, mereka terbiasa menggunakan pola tanam yang kadang tidak searah dengan Perhutani. Dan memang tidak mudah membangun budaya baru dengan merubah kesadaran mereka. "Kita sudah berupaya melakukan pendekatan teknis dan sosial, supaya pola konservasi kita tidak merugikan petambak, termasuk kesadaran hukum," ucapnya.
 
Saat ini Perhutani sedang agendakan perbaikan lingkungan secara berkelanjutan dan dilakukan secara terus menerus, untuk mencapai program itu Perhutani tidak bisa bekerja sendiri. Dengan begitu, kami berusaha membangun koordinasi dengan Dinas Perikanan untuk coba terapkan pola budidaya yang berwawasan lingkungan. Kedepan, ucapnya, untuk membangun kesadaran wawasan lingkungan itu harus dengan pendekatan proyek, misal selain masyarakat dikasih bantuan modal, juga diberikan persyaratan yang berkaitan dengan perbaikan lingkungan. (spn)
 
 
 

Sebenarnya Karawang Kaya Budidaya Ikan

PEDES, RAKA - Kabupaten Karawang merupakan daerah pantai dengan jumlah penduduk yang besar dan kegiatan ekonomi yang pesat. Berbagai aktivitas manusia dalam bentuk pembangunan sektoral dan regional yang dilakukan pemerintah mau pun kalangan swasta berlangsung dengan intensif di kawasan pesisir, seperti perikanan budi daya, pertanian, pemukiman, pariwisata, industri atau pun pertambangan.
 
Di sisi lain ekosistem pesisir sangat rentan terhadap bencana, baik secara alami mau pun bencana oleh aktivitas manusia. Mencermati besarnya dampak akibat bencana di wilayah pesisir, maka diperlukan serangkaian upaya penanggulangan dan pencegahan bencana secara terpadu. Bencana alam tidak dapat dihilangkan, manusia hanya dapat menghindar atau mengurangi dampaknya dengan cara mengadakan persiapan dini.
 
Penderitaan akibat bencana alam harus ditekan serendah mungkin, bahkan jika dapat dihapuskan dengan mengerahkan segala kemampuan, inilah yang disebut mitigasi bencana. Salah satu bencana laut yang sudah tampak adalah erosi pantai atau abrasi. "Abrasi dapat diakibatkan oleh proses alami seperti angin, gelombang, arus pasang surut dan sedimentasi. Dapat pula diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti reklamasi pantai untuk pemukiman, industri, penambangan pasir, atau pun penambangan minyak dan lain sebagainya," kata pemerhati lingkungan, Kholid Al Kautsar, kepada RAKA, Selasa (3/3) siang.
 
Namun penyebab utamanya adalah gerakan gelombang pada pantai terbuka. Di samping itu karena keterkaitan ekosistem, maka perubahan hidrologis dan 'oceanografis' juga dapat mengakibatkan abrasi pantai. Upaya mitigasi bencana abrasi memang memerlukan biaya cukup besar, baik dalam proses pembangunan mau pun dalam operasional serta pemeliharaannya. Untuk itu pelibatan masyarakat serta dunia usaha yang mengelola kawasan pantai untuk ikut serta dalam upaya mitigasi bencana abrasi, khususnya dalam operasional dan pemeliharaan sangat diperlukan.
 
Mitigasi bencana abrasi dapat dilakukan secara struktural dan non struktural. Upaya struktural yakni upaya teknis yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan proses transpor sedimen di sepanjang garis pantai melalui upaya mengurangi atau menahan energi gelombang yang mencapai garis pantai, memperkuat struktur geologi garis pantai, mau pun menambah suplai sedimen. Upaya mitigasi struktural dapat dikerjakan dengan dua cara, yaitu Secara alami, seperti penanaman hutan mangrove, penguatan gumuk pasir dengan vegetasi, dan lain-lain. Dan secara buatan, seperti pembangunan dinding penahan gelombang, pembangunan groin, dan lain-lain. Upaya struktural mitigasi dengan cara buatan tersebut perlu direncanakan secara cermat karena dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pola dan karakteristik gelombang yang dalam jangka panjang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya abrasi di tempat lain.
 
Sedangkan upaya mitigasi non struktural merupakan upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural mau pun upaya lainnya. Upaya mitigasi non struktural antara lain pembuatan standarisasi dan metoda perlindungan pantai, penyusunan sempadan pantai, dan pengembangan Sistem Peringatan Dini Bencana Abrasi.
 
Sistem peringatan dini ini merupakan suatu informasi yang menggambarkan terjadinya abrasi yang disebabkan oleh interaksi antara gelombang dengan daratan di sepanjang garis pantai. Kemudian lokasi terjadinya abrasi serta tingkat abrasinya, faktor dominan penyebab abrasi, kondisi topografi dan geologi, serta aktivitas manusia yang mempercepat terjadinya abrasi. (spn)
 

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan