Sosialisasi Hemat Energi ke Sekolah

Friday, June 6, 2008




RENGASDENGKLOK, RAKA - PT. PLN Karawang menggelar senam bersama ratusan siswa SMAN 1 Rengasdengklok, Jumat (16/5). Kegiatan tersebut dilakukan sekaligus sebagai upaya sosialisasi program hemat energi yang dicanangkan perusahaan milik negara tersebut.


Kegiatan senam bersama itu digelar di halaman sekolah dan langsung dipanduan dari oleh tiga instruktur senam diatas panggung kecil. "Senam bersama ini sebetulnya bukan hal aneh lagi dilakukan di sekolah. Tetapi kebersamaan yang dirasakan saat kita melakukan senam itu," ucap Yunanto, guru SMAN 1 Rengasdengklok usai senam.


Sejumlah guru malah mengaku senam tersebut adalah hal yang spektakuler. Karena hampir semua sudut halaman dijejali siswa dan guru. "Dibilang spektakuler karena kegiatan ini baru pertama kali dilakukan," kata Yunanto lagi. Pada kesempatan itu, PLN mengajak anak sekolah supaya melakukan hemat energi, karena secara otomatis bila dilakukan mereka akan mengajak orang tua dan familinya untuk mengikuti penghematan listrik.


Siswa juga bisa mengingatkan pembayaran rekening agar tepat waktu, meski pembayaran itu cukup lama, seperti tagihan Mei dibayar Juni yaitu antara tanggal 1 smpai 20 tiap bulan. Pada senam bersama, disisipkan ajakan untuk tidak merokok, karena dihitung-hitung belanja rokok sebulan bagi orang tua siswa bisa mencapai Rp 200 ribu lebih.


Sedangkan tagihan listrik masih dibawah Rp 100 ribu tiap bulannya. Manajer Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) Rengasdengklok, Endang Suryaman usai senam menjelaskan, selain untuk mendekatkan PLN dan sekolah. Senam ini juga dilakukan dengan misi tertentu, diantaranya mengajak semua pengguna energi listrik supaya berhemat, membayar tagihan listrik tepat waktu dan meminta partisipasi masyarakat terhadap aset PLN, terutama dari gangguan layang-layang dan supaya masyarakat memangkas pohon yang pucuknya sudah menyentuh kabel listrik.


Antara kabel dan ujung pohon harus berjarak tiga meter supaya aman meski pohon itu tertiup angin. Dijelaskannya, pada tahun 2008 ini, PLN membutuhkan subsidi untuk operasional listrik sekitar Rp 65 triliun, tapi pemerintah hanya memberikan Rp 50 triliun. Untuk menutupi sisanya sekitar Rp 15 triliun, kata Endang, cukup pelanggan PLN yang mengurangi beban listrik di tiap rumah masing-masing, karena PLN tidak bisa menutupi anggaran tersebut untuk biaya operasional PLN.


Jika pelanggan sudah menghemat listrik, bukan PLN saja yang diuntungkan, biaya penggunaan listrik pelanggan pun akan lebih murah. Kata Endang, hitung-hitungan hemat energi yaitu, jika pelanggan yang memiliki standar listrik 450 kwh tiap bulannya membayar Rp 20 ribu. Sedangkan untuk pelanggan yang menggunakan standar listrik 900 kwh membayar Rp 40 ribu/bulan, lebih dari itu berarti pelanggan dianggap masih belum hemat listrik. Untuk itu, ada baiknya tiap pelanggan mengecek kembali lampu-lampu atau alat yang menggunakan listrik supaya dimatikan pada jam-jam tertentu, maksudnya tidak menyala jika tidak dibutuhkan. (spn)

Ancaman Abrasi Pantai Karawang




TERJANGAN ombak yang diperkuat hembusan angin timur di sekitar pantai utara Kabupaten Karawang acapkali mengakibatkan abrasi pantai yang sangat hebat. Tidak hanya berakibat hilang puluhan kilometer pantai tetapi juga menjadi penyebab banjir dipemukiman masyarakat.
Minimnya panahan pantai sering juga menciptakan inspirasi masyarakat membuat karung-karung beras berisi pasir yang digunakan sebagai dam atau penahan ombak.


Dam-dam buatan ini sekaligus berfungsi sebagai pemecah gelombang yang menerjang pantai. Sayangnya, dam-dam buatan yang dibuat juga dengan cara manual ini ternyata tak sanggup menahan dasyatnya terjangan gelombang. Tidak heran bila masyarakatpun meminta pemerintah daerah agar membuatkan dam-dam permanen. Lebih kokoh ketimbang hanya sekedar karung-karung pasir dan sanggup bertahan hingga belasan tahun.


Dam ini memang ini harus diposisikan di area pantai yang kondisinya sudah curam. Paling tidak dam ini, selain berfungsi sebagai penahan juga akan membelokan gelombang yang menerjang. Sementara di sisi lain pembelokkan gelombang ini akan mengakibatkan terjadinya endapan pasir sehingga pantai akan terbentuk kembali.


Masih terkait itu, akibat dari terjangan gelombang ini ratusan hektare tambak sering menjadi korban, selain turut merusak daerah-daerah yang menjadi objek wisata pantai. Padahal wisata ini diharapkan bisa menjadi pemicu berkembang dan meningkatnya taraf perekonomian masyarakat setempat selain merangsang tumbuhnya dan berkembangnya infrastruktur daerah bersangkutan. Seperti jalur yang menuju Desa Cemara Jaya, Kecamatan Cibuaya, desa paling ujung di ruas jalan Karawang-Sungaibuntu, adalah perjalanan menuju daerah terpencil, miskin dan kumuh. Meski kini sudah kesan itu mulai terkikis. (*)

Belajar Sambil Dengar Radio




BELAJAR sambil dengar radio, tentu saja bisa, terutama bagi pelajar SMPN 1 Pedes. Karena sejak tahun 1996 lalu, SMP Terbuka yang mengginduk ke SMPN 1 Pedes telah mendirikan radio Unggul Normatif, Inovatif dan Kreatif (UNIK) 96,3 FM yang 'on air' hanya jam 14.00-23.00 WIB setiap hari.


Meski banyak kurangnya, radio ini eksis menjadi teman belajar siswa, terutama pelajaran Bahasa Indonesia. Radio ini masih dikelola sekolah, penyiarnya yaitu staf tata usaha Ade Jaelani Rahamat dan Pembina Kesiswaan SMPN 1 Pedes Masdi.


Dalam ruang 'on air' yang sempit, keduanya memutar musik sambil membuka buku pelajaran yang dibacakan untuk pelajar. Tentunya agak beda dengan radio bonafid yang serba lengkap fasilitasnya. UNIK 96,3 FM ini memutar musik dari mp3 VCD dengan monitor TV 14 inchi. "Tujuan kita adalah menghibur dan memberi wawasan pada anak sekolah, karena segmen kita adalah pendidikan dan seni," kata Ade.


Kedua penyiar itu hingga kini berupaya agar radio pendidikan yang mereka siarkan bisa terus berkembang, karena selain pelajar banyak masyarakat umum juga yang menjadi pendengarnya. Namun begitu, radio pendidikan ini siarannya belum meluas, frekwensinya hanya tertangkap di beberapa desa Kecamatan Pedes, sementara pesawat radio yang berada di luar kecamatan ini gagap tidak mampu menangkap sinyal UNIK FM. "Saat ini radio kita baru bisa didengar oleh pelajar di Kecamatan Pedes, domisili pelajar SMPN 1 Pedes," ujarnya.


Kata Ade, dengan radio pendidikan ini, siswa bisa bermain sambil belajr juga berkomunikasi langsung dengan penyiar melalui telepon atau sms. Untuk bisa terus berkembang dan melejit, tentunya perlu ada dukungan sponsor. Sementara ini, UNIK 96,3 FM belum bisa menggandeng sponsor. "Inginnya sih didukung sponsor, supaya radio pendidikan ini bisa berkembang menjadi radio andalan bagi pelajar dan masyarakat," ucap Ade.


Dijelaskan Masdi, 50 persen siaran yang dilakukannya tentang pendidikan, dia mengajak siswa untuk interaktif yaitu tanya jawab sambil 'on air'. Diantaranya, pelajaran Bahasan Indonesia dan puisi. Untuk pelajaran lainnya, kata Masdi, belum ada terobosan, misalnya pelajaran matematika 'on air', karena pelajaran ini cenderung membutuhkan peraga dibanding mendengarkan. Meski pun bisa, harus ada teknik khusus untuk menyampaikannya. "Kita belum bisa kearah sana, kita masih terbatas. Jika radio kami besar dan bisa didengarkan semua pelajar di Karawang, tentunya itu merupakan kebanggaan bagi kita," ungkapnya. (spn)

BBM Naik, Nelayan Sulit Tingkatkan Produksi




CILEBAR, RAKA - Masih seputar nasib nelayan, kali ini nelayan Cilebar mengungkapkan keluhannya, setelah puluhan nelayan Pedes yang terancam tidak melaut, menyusul kenaikan harga BBM yang diberlakukan pemerintah. Para nelayan itu mengaku hasil tangkapannya menurun drastis karena biaya operasional yang minim.


Seperti diungkapkan nelayan Cilebar, Jafar kepada RAKA, Jumat (30/5). Meski sudah berusaha maksimal, pendapatan melautnya tetap saja minim. "Sekali melaut hanya mendapat 4-5 kg udang padahal sebelumnya bisa dua kali lipat dari itu," katanya mengungkapkan keluhannya.


Hal itu terjadi, karena sejak pemerintah memberlakukan kenaikan harga BBM yang disusul naiknya lagi harga minyak tanah otomatis nelayan mengurangi biaya operasionalnya. Akibatnya, jarak operasi tangkap nelayanpun menjadi berkurang. Otomatis dengan batasan jarak seperti itu tangkapan yang diperolehpun jadi berkurang. Baik kualitas maupun kwantitas ikan yang bisa ditangkap.


"Nelayan disini memang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar. Kalau sebelumnya BBM yang digunakan bisa maksimal tapi setelah kenaikan harga penggunaannya jadi tidak maksimal. Kami menciutkan biaya operasional perahu tangkap kami. Akibat penciutan itu jarak tangkap kamipun jadi berkurang," kata Jafar.


Diakui Jafar, dirinya dan nelayan yang lain memang sudah menggunakan minyak tanah sejak kenaikan BBM tahun 2006. Namun begitu, kenaikan BBM kemarin membuat mereka semakin tercekik. Tidak hanya itu saja, harga bahan pokok perbekalan mereka juga menjadi naik, karena toko dan warung tempat biasa mereka membeli pun menaikan harga karena alasan transportasi yang juga melonjak. "Mau dibilang apa lagi, kami sejak dulu adalah nelayan dan satu-satunya pekerjaan yang bisa kami lakukan adalah melaut," ucap Jafar lagi meski diakuinya walau situasi seperti ini mereka akan tetap bertahan dan terus melaut.


Dikatakan Jafar, terpurukan mereka terjadi akibat beberapa faktor dan tidak melulu diakibatkan oleh naiknya harga BBM. Diantaranya dipengaruhi cuaca buruk dan hilangnya ikan-ikan dilaut akibat pencemaran dari sungai. Maksudnya ketika sungai mengandung limbah, maka ikan akan menjauh dari pesisir pantai hingga ke tengah laut. Sedangkan biaya untuk mencapai laut lepas perlu perbekalan yang maksimal. Itupun tidak bisa dilakukan sehari, lagi pula perahu sederhana yang dimiliki para nelayan tidak akan sanggup berlayar jauh.


Hal senada dikatakan nelayan lainnya Sarpa, selain faktor alam dan BBM, alat tangkap nelayan yang dibawa pun menjadi penentu keberhasilan. Selama ini, masih jarang nelayan yang memiliki alat tangap lengkap, karena untuk satu jaring tangkap saja harganya hampir mendekati sepuluh jutaan rupiah. "Kalau bukan dari bantuan pemerintah, kami tidak sanggup beli alat tangkap lengkap," ujarnya.


Kata Sarpa, alat tangkapan ini dipergunakan sesuai dengan musimnya, jika musim udang maka yang digunakan adalah jaring udang, karena satu jaring tidak bisa digunakan untuk menangkan segala jenis ikan yang ada di laut. Kendati demikian, nelayan di pesisir pantai hingga kini hanya bisa merasakan sesaknya menghadapi kebijakan pemerintah, meski mereka tidak berdaya mengubah kebijakan tersebut. (spn)


Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan