Kepentingan Petambak dan Pemerintah Masih Kontra Produktif

Thursday, March 13, 2008


TIRTAJAYA, RAKA - Menindaklanjuti program Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang penghijauan, Kamis (13/3) pagi, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), camat, kepala desa dan perangkatnya menanam 2000 bibit pohon bakau di daerah pinggiran Kampung Sarakan, Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya.

Penanaman ini bertujuan menciptakan 'green belt' atau sabuk hijau yang terdiri dari pepohonan bakau sepanjang lepas pantai. Pemda Karawang dan Perhutani berencana untuk memiliki jalur hutan di sepanjang pesisir pantai, tapi rencana ini bentrok dengan kepentingan masyrakat Dan 'green belt' berhasil diciptakan jika masyarakat bisa memahami penting dan manfaat penghijauan yang akan dibentuk disepanjang pesisir pantai.

Di Kecamatan Tirtajaya, tercatat sekitar 3.200 hektar lahan bakau. Namun hanya 10 persen pohon ini yang sudah terlihat tumbuh besar, sedangkan sekitar 2.500 hektar lainnya hijaunya masih sedikit. Artinya, pada lahan tersebut masih kontra produktif antara pemerintah yang mencanangkan hutan lindung sementara masyarakat berkeinginan supaya lahan ini dijadikan area tambak ikan bandeng dan udang.
Saat ini, pemerintah dan masyarakat telah mensepakati yang isinya tentang supaya masyarakat yang mengelola tambak di lahan pemerintah supaya menanam pohon bakau. Namun, karena ketakutan produksi ikan berkurang, petambak ini tidak melakukan hal demikian kecuali sebagian kecil. Lahan teknis ini memang sudah sejak tahun 1950 lalu digarap oleh warga setempat, bahkan sampai terjadi jual beli lahan dibawah tangan.

Pada tahun 1989, pemerintah baru melakukan koordinasi dengan membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) karena sebagian besar pengelola lahan tambak ini tidak bersedia lahan garapannya diambil begitu saja oleh pemerintah dalam hal ini Perhutani. Dengan begitu, pemerintah melakukan perjanjian garapan, dengan catatan pengelola tambak harus mengikuti ketentuan pemerintah, terutama disaat lahan yang mereka kelola dan akan dijadikan kawasan hijau atau hutan lindung.

Kepala Resort Pengakuan Hutan (RPH) Ciwaru, Iman Nurdian (41) menjelaskan, bainya masyarakat melakukan pola penataan area tambak tanpa menghilangkan bakau di sekeliling area tambak ikan. Pola ini supaya ada keseimbangan antara kepentingan pemerintah mengenai penghijauan dan kepentingan masyarakat yang cenderung ekonomis mengelola ikan bandeng dan udang. "Kami harap mereka bisa membuat pola tanam dan sadar tentang kepentingan pohon bakau yang bisa mereka tanam 5x5 meter jarak antar tanaman dari satu pohon ke pohon lainnya. Dalam satu hektar diperkirakan 400 pohon bakau," katanya usai penanaman bakau.


Pohon Bakau Tidak Mengganggu Produksi Ikan Bandeng
Jika petani tambak ikan di Karawang beranggapan pohon bakau yang berada di pinggiran area tambak bisa menurunkan produksi ikan, maka petambak Karawang harus melihat langsung keberhasilan petambak ikan di Pemalang, Jawa Timur yang bisa menyatukan keduanya dalam satu area. Begitu kata Kepala Seksi Kehutanan Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan (Distanhutbun) Kabupaten Karawang, Edhy Hedianto.

Hal ini dia ungkapkan karena banyak petambak di Karawang yang tidak percaya jika di dalam area tambak ikan yang mereka garap ditanami pohon bakau. Selama ini masyarakat berasumsi, pohon bakau yang notabene sebagai penahan abrasi pantai sangat merusak dan merugikan produksi ikan bandeng termasuk pertumbuhan udang yang selama ini mereka garap. "Kalau pegawai seperti saya bicara tentang keberhasilan itu, pasti semua petani menganggap saya bohong, tapi jika petani Karawang datang dan berbicara langsung dengan petani Pemalang, disitu bisa dibuktikan fakta petambak Pemalang bisa menumbuhkan bakau ditengah area tambak ikan mereka," katanya.

Dia juga mengajak kepada penggarap tambak ikan yang selama ini cenderung takut pada pohon bakau yang tumbuh ditengah tambak mereka, supaya mau touring ke kawasan tambak di luar Kabupaten Karawang. Disana, petani Karawang bisa mempelajari segala macam tentang cara menumbuhkan ikan yang sekaligus menumbuhkan pohon bakau tanpa perlu khawatir produksi panen ikan berkurang.
Kata Edhy, teknik yang digunakan petani di luar Kabupaten Karawang itu sangat bagus dan pantas ditiru, untuk menghilangkan pemikiran sempit mengenai pola tanam ikan yang sebenarnya merugikan pemerintah, yaitu dengan melarang bakau tumbuh di area tambak. Padahal, selama ini petani tambak menggarap lahan diatas tanah pemerintah, bukan hak milik. Kebijakan tersebut tertuang, setelah penggarap lahan yang sudah puluhan tahun mengelola ikan bandeng kekeh tidak mau beranjak saat pemerintah mulai memprogramkan penghijuan dilahan yang selama ini diakui warga merupakan lahan produktif untuk ekonomi mereka.

Dengan begitu, pemerintah mengambil kebijakan supaya petani tambak tetap menggarap lahan sementara mereka harus menanam pohon bakau di sekeliling area tambaknya. Pohon tersebut, selain penghijuan juga berfungsi sebagai penahan abrasi pantai. Secara tekni, Edhy memaparkan cara penanaman bakau di area tambak ikan tanpa menggangu produksi ikan. Meski cara ini memakan waktu yang cukup lama, tapi keberhasilannya akan bisa terlihat jika petani konsekuen menjalankan prosedur.

Cara petambak Pemalang, yaitu dengan menanam bakau hampir di setiap pematang atau tanggul tambak, tapi batang akarnya dipotong sehingga akar tidak banyak apalagi menjulur ke segala arah. Tentunya ini perlu perawatan yang intensif. Selain itu, pertumbuhan bakau pun dijaga supaya tidak besar, diantaranya dengan memotong pucuk pohon secara berkala. Namun, jika ada salah satu pohon yang tumbuh besar, maka pohon itu ditebang dan digantikan lagi dengan pohon baru. Ini supaya kondisi pohon bakau di sekitar area tambak memiliki kesetaraan bentuk.

Jika pohon bakau yang selama ini terlihat banyak akarnya, dengan teknik pohon bakau terlihat batangnya menjulur dari bawah ke atas, tanpa akar jangkar atau akar yang menggantung. Di sela sisa akar-akar kecil pohon ini akan tumbuh plankton yang juga bisa sebagai pakan ikan bandeng. Jadi, sebenarnya dengan adanya bakau, biaya pakan bisa hemat, dari 10 kg perhari bisa dihemat menjadi 7,5 kg perhari dan keuntungannya pun berlipat. "Ini fakta, sudah disaksikan 30 petambak dari Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Tempuran dan Cilebar pada Desember 2007 lalu. Dan harapan kita, dari orang-orang yang sudah dibawa ke Pemalang, bisa menyebarkan informasi ini ke petambak ikan lainya di Kabupaten Karawang," ujarnya.

Kasi Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Perhutani Purwakarta Noor Rochmat mengatakan, di Karawang, Purwakarta dan Subang reboisasi sudah semakin baik. Pada tahun 2009 nanti tanah kosong akan habis. Meski begitu, tambah Noor, bukan berarti pada tahun 2010 tidak ada reboisasi, karena hutan dibagi sesuai fungsinya yaitu hutan lindung, produksi dan konservasi. "Menangani hal ini perlu penyelsaian dari semua pihak, meski tiap tahun terus dilakukan selalu ada kendalanya. Dan mudah-mudahan dari perbuatan yang kecil ini kedepannya akan mengalami perbaikan," katanya.

Sementara, Camat Tirtajaya Wawan Setiawan menjelaskan, pemerintah telah memberdayakan masyarakat, ketika pemerintan punya potensi dan punya biaya untuk membenahi alam, maka pemerintah akan secara langsung melibatkan masyarakat untuk melakukan penghijauan. (spn)




Tanggul Citarum Nyaris Jebol



BATUJAYA, RAKA - Masyarakat Dusun Tengah II dan Dusun Kramatjaya, Desa Telukbango, Kecamatan Batujaya sudah buntel-buntel pakaian dan bersiap ngungsi, setelah melihat Sungai Citarum di belakang rumah mereka meluap lima meteran lebih pada Selasa (12/3) pukul tujuh pagi. Pasalnya, di belakang rumah mereka ada tanggul yang sedang diperbaiki Bina Marga Karawang dan tanahnya masih labil, setelah tanggul itu amblas dan longsor pada 18 Februari 2008 lalu.


Beberapa warga yang bermukim bersebelahan dengan tanggul Citarum mengungkapkan, mereka was-was jika terjadi luapan yang lebih besar dan menjebolkan tanggul yang masih dalam perbaikan. Untuk antisipasi hal itu, beberapa warga langsung mengarug tanggul dengan karung tanah. Sebagian warga bahkan sudah menyatakan siaga untuk lari jika terjadi kebocoran pada tanggul tersebut.


Diketahui, sejak Senin (18/2) lalu, tanggul di RT 07/03 Dusun Kramatjaya, Desa Telukbango, Kecamatan Batujaya amblas kedalam tanah, sehingga meninggalkan sisa lubang besar. Sedangkan tanah di sekitarnya tampak longsor. Penyebab banjir karena pemerintah tidak mengawasi ketat semua tanggul di sepanjang Sungai Citarum, ditambah banyak warga yang menambang liar pasir-pasir di sepanjang saluran sungai ini sehingga mengakibatkan tanah sering longsor.


Seorang ibu rumah tangga di Dusun Tengah II, Aminah (55) menuturkan, mendengar kondisi tidak aman dari tentangganya tentang luapan air dia langsung bersiap diri untuk mengungsi ke sanak familinya yang ada di desa lain. "Kata orang-orang desa, semuanya harus waspada dan jangan terlalu lelap tidurnya, karena kemungkinan buruk bisa terjadi jika air meluap tinggi dan menjebolkan tanggul Citarum," katanya kepada RAKA, Rabu (12/3) siang di samping rumahnya yang berjarak 7 meter dari tanggul sungai besar ini.


Hal senada dikatakan ibu-ibu rumah tangga lainnya, seperti Aci (23). Melihat luapan air Sungai Citarum, dia langsung menelpon suaminya yang ada di Jakarta supaya pulang dan mengatakan kampung halamannya sedang dalam bahaya, karena beberapa meter tanggul di belakang rumahnya bisa dipastikan ambrol jika didorong tekanan air yang begitu besar. Ini karena tanah yang diangkat oleh mesin keruk belum begitu padat dan sangat rapuh. "Jika ditimpah hujan saja, pasti tanggul ini akan longsor, karena tanahnya belum keras, kami khawatir hal itu terjadi," katanya.


Warga setempat memastikan, jika luapan air bertambah maka tidak menutup kemungkinan kampung halamannya akan kembajiran, bahkan beberapa kecamatan lain pun akan merasakan hal sama. Seperti tragedi jebolnya tanggul Citarum di Dususn Tangkil, Desa Kuta Ampel, Kecamatan Batujaya pada tahun 2006 lalu yang menenggelamkan Kecamatan Batujaya, Tirtajaya dan Jayakerta.


Di kantor Desa Telukbango, beberapa aparat desa yang sedang berkumpul menjelaskan, pihaknya selalu siaga 24 jam, terutama pada malah hari yaitu sejak pukul 7 pagi hingga pukul 12 malam, bahkan diantara aparat ada yang berjaga hingga pagi hari. Di sepanjang tanggul yang diperbaiki, terdapat tujuh pos pengawasan yaitu di warung-warung kecil dan rumah penduduk setempat, penjaga malam ini terus mengawasi debit air Citarum dan melihat apakah ada celah kecil yang bisa menyebebakan kebocoran besar jika air sedang meluap, karena datangnya air bah Citarum ini datang tiba-tiba.


Kaur Desa Telukbango, Mardanih (32) mengatakan, pihaknya sangat mengkhawatirkan jika mendadak terjadi luapan air besar. Pihak desa ini menginginkan perbaikan tanggul yang rusak itu bisa selesai secepatnya, melihat kondisi perbaikan tidak begitu berat. "Kita sudah terlalu lelah piket tiap malam untuk mengantisipasi jebol tanggul. Dan saya lihat, setelah air meninggi, mesin keruk itu tidak bisa lagi mengambil tanah dari bantaran sungai melainkan dari tanah sebelah di sepanjang tanggul," ujarnya. (spn)



Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan