Partai Islam Belum Berkuasa

Wednesday, April 8, 2009

 
RENGASDENGKLOK, RAKA - Sejak jatuhnya rezim Orde Baru, Indonesia sudah berganti presiden sebanyak empat kali dari partai yang berbeda-beda, bahkan yang terakhir didapat melalui pemilihan langsung. Kata Engkos Kosasih, pengamat politik juga sebagai aktivis KOB (Komite Oposisi Bersatu) Karawang, kepada RAKA, Rabu (8/4) siang.
 
Menurutnya, masih banyak pihak merasakan kehidupan rakyat Indonesia sekarang justru semakin merosot. Kemiskinan bertambah, korupsi kian meningkat, kriminalitas marak di mana-mana, eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi asing makin menjadi-jadi. Tidak ada perubahan ke arah lebih baik sesuai janji. Kinerja lembaga legislatif hasil pemilu era reformasi yang katanya diisi oleh partai-partai reformis, ternyata juga sangat memprihatinkan.
 
"Justru saat itulah lahir Undang- undang seperti UU Migas, UU Sumber daya alam, UU Penanaman modal dan lainnya yang jelas-jelas merugikan rakyat. Belum lagi banyak anggota legislatif yang terbukti melakukan korupsi. Ini membuktikan partai-partai yang ada belum mampu melahirkan perubahan," ujarnya.
 
Partai-partai Islam yang sangat diharapkan masyarakat, belakangan justru mengaburkan identitasnya. Jenis kelamin partai Islam tidak jelas, kian tampak dalam pergulatan politik menjelang pemilu 2009. Belum-belum mereka sudah bersiap-siap berkoalisi dengan partai-partai sekuler. Warna Islam akhirnya hanya sekadar baju tapi isinya tak ubahnya sama dengan partai sekuler lainnya.
 
Bahkan, lanjutnya, sampai ada Sekjen sebuah parpol Islam yang dengan nyata mengatakan, era politik aliran di Indonesia sudah berakhir. Artinya, Islam atau tidak, menjadi tidak penting lagi. Seperti yang pernah dikatakan Wakil Sekjen PKS Zulkiflimansyah, bagi PKS tidak lagi penting bicara tentang negara Islam. Itu sudah agenda masa lalu. Ummat Islam harus diajar modernisasi dan berkompetisi. Yang ditemukan di lapangan adalah konsituen PDI-P yang harus dicermati secara serius. Kalau PDI-P berkoalisi dengan PKS, ini ada agenda baru yang lebih besar, tidak ada lagi dikotomi Islam dan Nasionalis.
 
Demi meraih kekuasaan, parpol Islam mudah sekali terjebak kepada pragmatisme, dan untuk itu tak segan meninggalkan prinsip-prinsip yang dibuatnya sendiri. Alasan yang sering dikemukakan oleh parpol Islam adalah bila tampak terlalu Islam khawatir dukungan akan berkurang. "Selain itu parpol Islam juga dijangkiti oleh sejenis kekhawatiran duniawi. Takut kalah, walaupun faktanya memang kalah," jelasnya. (spn)
 

Iptu Sigit Bariyanto: Masyarakat Bersama Polisi Sukseskan Pemilu

 
"Pada pengamanan ini, kita tidak menemukan ada yang polemik, karena pada umumnya masyarakat sudah tahu tata cara pemilu, mereka juga menginginkan pemilu yang aman dan tidak terjadi kekacauan atau yang meresahkan. Kita ini hanya berjaga untuk antisipasi supaya masyarakat aman dan nyaman. Dan masyarakat pun harus jadi polisi, maksudnya mereka juga ikut mengamankan pemilu membantu kepolisian," kata Kasubag Satsamapta Polres Karawang yang saat ini sebagai Danton Dalmas dalam rangka PAM Pemilu Legilatif 2009, Iptu Sigit Bariyanto, kepada RAKA, Rabu (8/4) di Polsek Rengasdengklok.
 
Pada pemungutan suara hari ini, pihaknya menjaga situasi keamanan supaya pada proses pemungutan suara berjalan aman dan sukses. Selama ini, yang menjadi pos utama kepolisian di wilayah utara Karawang sejumlah anggota polisi dipusatkan di Polsek Rengasdengklok. Apabila terjadi kerusuhan atau polsek lain meminta bantuan untuk menangani pemilu, maka secara feksibel pos akan ditempatkan pada wilayah polsek bersangkutan, diantaranya Polsek Pedes, Kutawaluya, Jayakerta, Cibuaya, Tirtajaya dan Rengasdengklok.
 
"Misalnya di wilayah Polsek Cibuaya menegang, maka pengamanan kita pusatkan di wilayah itu. Nah, selama proses pemilu lancar, pos kita di Polsek Rengasdengklok. Saya yakin pemilu sekarang aman, karena warganya sudah tahu semua peraturan. Dan saya harap, masyarakat juga ikut mengamankan proses pemilu dengan kita," ujarnya. (spn)

Lahan Relokasi Sarakan Berangsur Mulai Ditempati

TIRTAJAYA, RAKA - Jika ada warga yang tetap mendirikan rumah di pesisir pantai Dusun Sarakan, Desa Tambaksari maka kecamatan dan aparat desa yang akan menggusur. Demikian tandas Camat Tirtajaya, Drs. H. Wawan Setiawan kepada RAKA, Selasa (7/4) siang di tempat kerjanya.


Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah meminta supaya 44 KK (kepala keluarga) Dusun Sarakan memanfaatkan lahan relokasi, karena relokasi ini bukan sekedar keinginan pemerintah, tapi merupakan kesepekatan bersama antara warga setempat, BPD dan muspika Tirtajaya. "Masyarakat harus komitmen dengan apa yang telah disepakati, jangan sampai kedepannya ada permasalahan lagi soal pemukiman mereka dan lempar tangggungjawab. Setelah kita berhasil membangun lahan relokasi, langkah kedua kita akan mengundang warga sarakan untuk menanyakan kendala mereka (kenyamanan bermukim di tanah relokasi, red)," ujarnya.


Kata camat, pemerintah sudah berusaha maksimal membantu warga Sarakan. Meski kondisi relokasi banyak kekurangan, setidaknya bisa lebih membuat warga nyaman dibanding menetap di bibir pantai yang kerap dihamipiri bahaya banjir air pasang laut hampir setiap waktu. Dan di lokasi relokasi, sedikitnya terdapat tiga rumah telah berdiri, selebihnya telah lebih dahulu mendirikan rumah di lahan berbeda, ada juga yang mendirikan rumah di antara sela-sela pepohonan bakau sepanjang saluran pembuang Sarakan.


Diketahui, warga Sarakan sempat dilanda musibah banjir air pasang laut dan menenggelamkan 44 KK setempat. Kemudian mereka meminta bantun pada Camat Wawan untuk minta relokasi lahan baru untuk pemukiman mereka yang lebih aman. Lalu, camat berusaha membantu dengan mengarug pinggiran saluran pembuang Sarakan dengan tanah sungai yang dikeruk dengan biaya sebesar Rp 107 juta-an dari APBD. "Sebenarnya ketinggian tanah masih kurang, tapi memang tanahnya sudah habis, tapi secara teori kalau terjadi air pasang laut pemukiman baru aman," ujarnya.


Di relokasi lahan pemukiman, seorang warga yang sudah dua minggu menetap di rumah barunya, Duloh dan istrinya Kasnah mengatakan, tanah relokasi ini memang kurang tinggi karena amblas akibat tanahnya lembek. Dengan begitu, sebelum mendirikan rumahnya, dia mengarug tanah itu dengan pasir laut ditambah karung-karung pasir. Meski begitu, ayah lima anak ini bersyukur telah memiliki lokasi rumah yang lebih aman dibanding lokasi sebelumnya di bibir pantai. Untuk membangun rumah, Duloh merogoh kocek sekitar Rp 2 juta untuk membeli 'bilik', sedangkan balok-balok lainnya masih dia gunakan dari rumah lama. "Lokasinya sudah nyaman, tinggal berbenah saja," ujarnya sambil memplester lantai rumahnya. (spn)

Cucu Cuaca: Banyak Siswa Tidak Lulus 'Try Out'


"Mudah-mudahan pengalaman 'try out' kabupaten dan provinsi kemarin, juga pra UN nanti akan lebih meningkatkan semua sekolah untuk mengatasi kelemahannya, karena hasil 'try out' kemarin banyak siswa yang tidak lulus. Dengan begitu, kami sudah beritikad agar presentasinya lebih kecil yang tidak lulus. Memang tantangannya berat, tapi tantangan yang paling berat yaitu minat belajar siswa masih rendah," kata Ketua MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) Komisariat Rengasdengklok juga sebagai Kepsek SMPN 1 Rengasdengklok, Cucu Cuaca, kepada RAKA, kemarin.


Saat ini, akunya, masing-masing sekolah kembali membahas soal dan frekwensi bimbel (bimbingan belajar) diperketat. Juga KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) kelas tiga agar lebih efektif dan bimbel diarahkan pada pembahasan soal 'try out' lagi. "Pasti, ada kekhawatiran presentasi kelulusan nanti, tapi diharapkan pada UN nanti siswa kelas tiga presentasi kelulusannya meningkat. Makanya, kekhawatiran itu disikapi rekan kepsek dan guru mata pelajaan untuk mengefektifitaskan lagi bimbel dan belajar kelompok, mudah-mudahan kekhawatiran itu bisa diatasi," ungkapnya.


Jadi, guru sudah berupaya, tapi memang masih banyak siswa yang tidak mengikuti bimbel. Kata Cucu, ini mengindikasikan minat belajar siswa tidak tinggi. Banyak diantara siswa yang tidak belajar dirumah, padahal mereka akan hadapi UN, mereka baru akan melakukan belajar pada saat ujian. Dia menceritakan, sekolahnya telah banyak membantu siswa yang tidak mampu dan diberi biaya harian oleh sekolah. "Tidak ada alasan bagi anak usia sekolah untuk tidak sekolah. Dan sekolah benar-benar mengangkat pendidikan," kata Cucu. (spn)

Enceng Gondok Bikin Saluran Air Jadi Mampet

RENGASDENGKLOK, RAKA - Sampah tumbuhan air eceng gondok kembali menutupi saluran air, ini membuat arus air dari hulu ke hilir tidak lancar. Melihat hal ini, sejumlah petani turun ke sungai, mereka mengangkat tumbuhan itu supaya air lancar mengairi persawahan.


Pantauan RAKA beberapa hari ini, selain petani, petugas waker Dinas Bina Marga Karawang pun turun mengangkat eceng gondok itu, tak hanya menggunakan tangan, para pekerja ini pakai galah dan arit untuk memotong-motong sampah supaya terpisah sebelum diangkat, karena sampah ini saling berkaitan dan sulit untuk diangkat jika tidak dipotong-potong.


Kendati begitu, banyak petani dan pekerja waker di beberapa desa yang tidak mengangkat sampah air ini, melainkan menghanyutkan ke hilir. Hal ini membuat beberapa jembatan di hilir tertutup sampah tersebut dan menjadi pekerjaan lagi warga setempat. Mereka berusaha melepaskan jeratan sampah itu dengan galah, karena jika tidak segera dilepaskan, sampah yang menumpuk itu akan membuat jembatan bambu milik warga ambruk.


Seperti dijelaskan warga Desa Payungsari, Kecamatan Pedes, Engkong (63), kakek tua ini kadang turun ke saluran air dan mendorong-dorong sampah eceng gondok supaya tidak menumpuk di pintu air. Galah yang dia gunakan kadang patah karena beban sampah itu lebih berat dibanding kekuatan galah bambunya. Sementara, disisi lain dia harus berusaha maksimal agar sampah tumbuhan air itu tidak mengganggu kelancaran irigasi.


Sepekan ini, sampah eceng gondok di saluran induk Rengasdengklok ditangani pekerja PSDA Jawa Barat, sedikitnya 20 tenaga pekerjanya dikerahkan untuk mengangkat sampah yang tersangkut di kolong jembatan dan pintu air. Diketahui, sampah tumbuhan air ini merupakan pekerjaan rutin para waker dan petani. Sampah ini tumbuh di sepanjang pinggiran saluran induk dan menyebar hingga saluran sekunder. (spn)

Kholid: Misi Caleg dan Partai Diragukan Rakyat

 
RENGASDENGKLOK, RAKA - Jelang pemilu tanggal 9 April 2009 besok, semua kontestan pemilu, baik partai maupun calegnya menawarkan mimpi-mimpi perubahan. Ikan telah ditayangkan olah para caleg dan partai untuk menyihir masyarakat. Namun, apakah mimpi itu akan mudah terwujud. Demikian kata pengamat politik, Kholid Al Kautsar, kepada RAKA, Selasa (7/4) siang.
 
Para pakar ekonomi menilai, lanjutnya, ada yang salah dalam mengelola negara ini. Sudah lebih dari setengah abad sejak kemerdekaan, tapi pembangunan belum menunjukkan tanda-tanda mampu mewujudkan cita-cita, kemakmuran, keadilan, kesejahteraan dan kemandirian bagi sebuah bangsa. "Sistem demokrasi telah diadopsi dalam berbagai bentuk, mulai dari demokrasi terpimpin di era Orde Lama, demokrasi di era Orde baru, dan demokrasi liberal. Dan di era Reformasi ini tidak memberikan perubahan signifikan terhadap kondisi masyarakat," ujarnya.
 
Meskipun Indonesia dipuji oleh Amerika sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, kata Kholid, rakyat tetap dalam kondisi keterpurukan, bahkan untuk lepas dari krisis 1997 pun tak bisa. Tak heran jika banyak aktivis yang menyebut Indonesia menjadi negeri yang aneh, negeri yang subur dan kaya dengan sumber daya alam tapi rakyatnya miskin. "Ibarat bangsa kuli di tanahnya sendiri," tukasnya.
 
Melihat kondisi itu berbagai kalangan mengajukan gagasan perubahan yang mendasar, fundamental. Bukan perubahan asal-asalan, perubahan tersebut tidak boleh sekadar parsial tapi mencakup seluruh aspek kehidupan. Sayangnya niat perubahan seperti ini tidak muncul dari kalangan partai politik yang ikut pemilu. Kata Kholid, partai dan calegnya hari ini terlihat ketidaksiapannya menjadi agen perubahan.
 
"Lihat saja problem internalnya yang mereka alami. Belum lagi mereka membangun partai atas dasar ketidakjelasan, mulai dari paradigma berdirinya, tujuan yang hendak dicapai, begitu juga metode yang diambil untuk meraih tujuan. Sebaliknya aroma orientasi semata-mata kekuasaan sangat dominan. Tidak berlebihan bila Ketua Program Studi Doktor Ilmu Sosial Universitas Padjadjaran Bandung, Djadja Saifullah, menilai janji-janji partai hanya basa-basi. Mereka berbicara perubahan, tetapi tidak punya konsep yang jelas," paparnya. (spn)

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan