Abrasi Terus Menggerus Pesisir Pantura

Tuesday, August 4, 2009





PEDES, RAKA - Ancaman abrasi di sepanjang kawasan pantai utara (pantura) Laut Jawa makin nyata. Tak terkecuali abrasi di pantai Kecamatan Cilebar, Pedes, Cibuaya dan Pakisjaya juga pantai lainnya yang berangsur-angsur kian memprihatinkan. Perlu penanganan kolektif dengan pemerintah daerah di sepanjang kawasan pantura.

Demikian kata pemerhati lingkungan juga guru SMAN 1 Pedes, Ma'ruf Muhtar Isnaeni S.Ip, kepada RAKA, Senin (3/7) siang. Kata dia, selama tujuh tahun terakhir, tren abrasi pantura Laut Jawa di Kabupaten Karawang cenderung naik. Pada 2002 sekitar ratusan hektar pantai di pesisir utara Karawang terkikis abrasi. Kerusakan pantai itu makin melonjak lima kali lipat pada 2005.

Namun, tahun ini belum ada catatan jelas mengenai kenaikan tingkat kerusakan pantai di utara Karawang akibat abrasi. Tetapi, akhir-akhir ini warga Karawang yang bermukim dekat pantai makin santer mengeluhkan dampak abrasi yang menerjang permukiman mereka. Warga Cilebar misalnya, tempat tinggal mereka yang berada puluhan meter dari bibir pantai kini terganggu rob.

"Air pasang itu sangat meresahkan warga karena datang tak kenal waktu, bisa pagi hari, siang, sore, bahkan tengah malam. Rob juga merendam puluhan tambak yang menjadi pusat pencaharian warga Kecamatn Cilebar, Tirtajaya, Cibuaya dan kecamatan lainnya di sepanjang pantai," ucapnya.

Pada akhir 2008, warga Dusun Sarakan, Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, lanjut Ma'ruf, direlokasi akibat sering diterjang rob setinggi 1,5 meter. Kini, mereka meninggalkan pemukiman lama dan tinggal di pemukiman baru di pinggir saluran air pembuang, beberapa ratus meter dari tempat tinggal asal. Relokasi itu bentuk perhatian Camat Tirtajaya, Drs. Wawan Setiawan yang menolong warganya lepas dari teror rob.

Hampir di sepanjang pantai Karawang menjadi kawasan terparah akibat abrasi.
Abrasi telah menggerus pantai sepanjang puluhan kilometer, bahkan beberapa desa yang kena abrasi telah membentuk teluk. Parahnya, kini abrasi mendekat merusak jalan raya. "Hal ini tentu sangat mencemaskan, selain terjadi kerusakan lingkungan akibat tergerus daratan, tambak sebagai pusat penghidupan warga turut menjadi korban. Sampai saat ini, lebih dari ribuan hektare tambak sepanjang Cilebar hingga Tirtajaya dan Pakisjaya musnah," jelasnya.

Sisi lain abrasi juga merusak infrastruktur lingkungan, diantaranya rumah-rumah dan bangunan warga terancam roboh karena digenangi air asin yang ganas. Dan paling memprihatinkan adalah terjadi peta perubahan ekosistem. Awalnya, abrasi yang disertai pendangkalan pantai akibat sedimentasi material yang terbawa arus gelombang merusak ekosistem pantai. Akibatnya populasi ikan akan menjauh dari bibir pantai.

Hal ini menyulitkan para nelayan saat mencari ikan. Pendangkalan juga menyebabkan air laut tidak dapat masuk ke hulu. Ini sangat merugikan petani tambak maupun nelayan, karena air lautlah yang menjadi inti pencaharian mereka. Perubahan struktur sosial tak dapat dihindari jika tambak musnah. Sejak kecil pencaharian warga dekat pantai hanya sebagai petani tambak. Mereka hampir tidak punya keterampilan lain kecuali itu.

Namun begitu, Ma'ruf menadaskan kerusakan pantai ini tidak lepas dari minimnya kesadaran warga menjaga kelestarian tanaman bakau. Malah sebagian besar tanaman bakau ditumpas warga demi kepentingan sesaat. "Pemerintah Karawang harus bergerak cepat demi menyelamatkan permukiman, ruang sosial, dan jantung perekonomian warga (tambak)," tandasnya.

Dia menyebutkan, salah satu solusi adalah membentuk kembali hutan bakau di sepanjang pantai. Mangrove adalah tanaman yang tepat untuk didayagunakan sebagai pagar penahan abrasi. Mangrove mempunyai peran ganda selain menahan laju gelombang, yaitu sebagai ekosistem satwa seperti burung di sekitar pantai yang kini mulai punah. Di samping itu, mangrove juga berpotensi besar menjadi kawasan wisata alam jika sudah besar dan rindang.

Agar berjalan optimal, reboisasi pantai selaiknya disinergikan dengan membuat sabuk pelindung pantai dari hantaman gelombang. Juga untuk menangkap sedimentasi material yang terbawa arus gelombang. Sabuk pelindung ini dapat dibuat dari beton. Atau membuat tanggul berususun batu yang dililit jala-jala kawat. Sinergitas sabuk pantai tersebut sebenarnya (hanya) difungsikan sebagai pelindung atas mangrove yang baru ditanam. Jika tidak dilindungi, maka bibit-bibit mangrove itu kemungkinan kalah oleh gelombang keras yang menerjang.

Hal ini mengingat tanaman bakau itu memerlukan jeda waktu cukup lama untuk tumbuh-berkembang. Bahkan, untuk berfungsi optimal sebagai penahan abrasi dan erosi pantai, mangrove membutuhkan paling tidak 15-25 tahun. Kata Ma'ruf, Pemerintah Karawang dan Provinsi Jawa Barat tidak boleh menutup mata atas masalah ini. Mustahil Pemkab Karawang dapat menanggulangi abrasi yang kian mengikis pantai secara sendirian, karena abrasi yang melanda pantai di wilayah Karawang mempunyai keterikatan dengan abrasi yang terjadi di daerah lain sepanjang pantura.

Pemprov Jawa Barat selayaknya menjadi koordinator penangan abrasi secara kolektif yang melibatkan Pemkab Karawang, Subang dan beberapa kabupaten lainnya yang memiliki pesisir pantai, Mengingat daerah-daerah itu kini juga tengah terancam abrasi. "Abrasi di wilayah Karawang ini berkaitan dengan abrasi yang terjadi di wilayah Jawa Tengah yang kini kira-kira mencapai ribuan hektare. Abrasi ini pantas dikategorikan sebagai bencana nasional," ungkapnya. (spn)

Program Haji Gratis Harus Dilanjutkan

"Baiknya program pergi haji gratis di Kecamatan Kutawaluya dilanjutkan, mengingat program ini sudah dinilai baik oleh masyarakat, melalui program ini warga miskin punya kesempatan pergi haji. Persoalan yang terjadi kemarin di kecamatan ini bukan salah masyarakat, tetapi pengelolaannya yang kurang baik, tapi saya harap program ini diteruskan," kata Wakil BPD Sindangmukti, Kecamatan Kutawaluya, H. Tatang Sihabudin, kepada RAKA, kemarin.
 
 
Menurutnya, program haji gratis ini tidak menjadi beban bagi masyarakat, mereka tidak keberatan menyisihkan Rp 12 ribu perbulan dengan niat shodaqoh, tidak berharap uang itu kembali karena sudah disedekahkan bagi pemenang haji gratis, syukur-syukur dia sendiri yang mendapatkannya. Ditandaskannya, harga rokok sehari lebih mahal dibanding uang shodaqoh setahun. Untuk itu sangat keliru jika program ini dihentikan begitu saja. "Tidak ada satu warga pun yang meminta uang itu dikembalikan, mereka mendukung program ini. Yang harus dibenahi adalah pengurusnya," jelasnya.
 
 
 
Dia yakin, jika program ini dihentikan masyarakat akan kecewa. Saking bagusnya program ini, H. Tatang Sihabudin sampai mengumpamakan program ini harus dilaksanakan meski yang mengikutinya cuma seorang, karena dia menganggap banyak warga miskin yang ingin melaksanakan ibadah haji, tapi tidak mampu mengingat kondisi ekonomi yang tidak mencukupi. "Nanti, pelaksananya jangan melibatkan aparat desa, tapi langsung disetorkan ke BRI (Bank Rakyat Indonesia), namun warga ini terdata pada administrasi desa sebagai peserta shodaqoh," ucapnya.
 
 
 
Diketahui, program haji gratis gagasan mantan Camat Kutawaluya Drs. Heri Paryono sempat disorot Kejaksaan Negeri Karawang, karena uang shodaqoh Rp 12 ribu pertahun dipungut dari dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang dipotong ketika BLT dicairkan di kantor desa. Mengingat dana pemerintah itu harus steril dari potongan, maka pungutan tersebut dipermasalahkan dan mencemari program haji gratis, sehingga program ini sempat dibubarkan. Padahal, program ini tidak perlu dibubarkan, kecuali manajemen pengelolaan uangnya yang harus dibenahi. (spn)

Warga Jayakerta Meninggal Akibat DBD

JAYAKERTA, RAKA - Lagi, warga RT 02/01, Desa Medang Asem, Kecamatan Jayakerta Ujang Mulyana (21) meninggal dunia akibat DBD (Demam Berdarah Dengue). Dengan kejadian tersebut, kepala desa setempat langsung meminta Puskesmas Medangasem untuk melakukan fogging, di beberapa dusun seperti Dusun Krajan, Cilogo Barat dan Cilogo Timur.
 
Sebelum meninggal dunia pada Jumat (31/7), Ujang sempat di tolong Puskesmas Medangasem, tapi dia meninggal dunia setelah dirawat beberapa hari di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Karawang, sementara orang tua Ujang, Wiryo (54) hanya pasrah menerima kenyataan yang dialaminya. Kepala Desa Medang Asem, Dul Hasan awalnya meragukan Ujang meninggal terserang DBD, sepengetahuannya, Ujang mengidap penyakit paru-paru. "Sepengetahuan saya, Ujang mengidap penyakit paru paru," jelasnya.

Dengan kejadian itu, kades mengintruksikan kepada aparatnya agar meningkatkan kebersihan di lingkungan masing-masing dan meminta warga untuk proaktif membersihkan tempat-tempat yang terindikasi sebagai sarang nyamuk. Di tempat terpisah, Kepala UPTD Puskesmas Medangasem, Kecamatan Jayakerta, Eko Susanto SKM mengatakan, selain fogging, membasmi Aides Aigepty harus dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), ini harus dilakukan semua pihak aparat desa beserta masyarakat.

Beberapa hari ini, Puskesmas Medangasem melakukan penyuluhan dan akan memberikan obat abate kepada masyarakat sebagai pencegahan perkembang biakan nyamuk belang. "Selain sudah melakukan fogging, warga harus melakukan PSN untuk menghindari penyebaran wabah penyakit dari tempat bersarangnya nyamuk tersebut," ujarnya. (spn)

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan