Sawah Sundep di Rengasdengklok Meluas

Friday, January 9, 2009

Samiran sedang mencabut bibit padi yang mati akibat sundep.
 
 
 
RENGASDENGKLOK, RAKA - Ratusan hektare sawah di enam desa di Kecamatan Rengasdengklok dan Kecamatan Jayakerta diserang hama sundep (akar mati-red) sejak sepekan terakhir. Akibatnya, petani harus menanam ulang dan masa panen tertunda hingga Juni 2009 mendatang.

Di Kecamatan Rengasdengklok, desa yang terserang sundep diantaranya Desa Kertasari dan Desa Dewisari. Di Kecamatan Jayakerta, yaitu Desa Medang Asem, Desa Cipta Marga, Desa Kampung Sawah, dan Desa Kemiri. Penuturan penggarap sawah, Samiran (78), baru sepekan ia menanam padi di lahan 8 hektare itu. Namun, tiba-tiba, ia mendapati bagian ujung daun tanaman padi menguning. Kondisi itu menyebar dan mematikan tanaman padi di seluruh lahannya itu.

Diakuinya, setiap tahun, tanaman padi di lahan mereka diserang sundep. Namun, serangan musim ini tergolong lebih parah dari sebelumnya, karena serangannya hingga mematikan akar tanaman. Menurut Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Desa Kertasari, Kecamatan Rengasdengklok, Asep Safrudin, pihaknya telah melaporkan hal itu kepada Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Karawang, tapi hingga kemarin bentuan belum turun. "Nanti mereka akan membantu pengadaan benih dan
obat-obatan," ucapnya.

Menurutnya, jika benih padi ini serangan melebihi setengah bagian batang, tanaman padi jadi berwarna kekuning-kuningan, maka tanaman harus diganti. Namun, jika kekuning-kuningan di bagian ujung batang, maka tanaman padi masih dapat dimanfaatkan. "Dicabuti dulu bibitnya, kemudian lahannya dikeringkan dan ditaburi Puradan. Beberapa hari kemudian tanaman yang dicabuti dapat ditanam lagi," ucap Asep.

Kata Asep, serangan hama itu berawal adanya kupu-kupu yang bertelur pada tanaman padi. Saat menetas menjadi ulat, hama ini mampu menyerang dan mematikan enam batang tanaman padi hingga ke akar-akarnya. Bahkan Asep menyarankan, supaya sundep ini tidak lagi dialami petani, petani harus rajin menyemprot pestisida pada hari keempat hingga ketujuh setelah petani menemukan adanya kupu-kupu di areal pesawahan mereka.

Menurut Kepala Desa Kertasari, Apud Mahpudin, sundep ini, selain merugikan petani juga mengurangi pemasukan dana ke desa. Di desanya, lebih dari 20 hektare yang terserang, biasanya dari hasil panen sehektare, desa disetori Rp 200 ribu. Dan di Desa Kertasari tercatat 214 hektare sawah. Sementara itu, lahan sawah di Desa Dewisari lebih dari 20 hektare terserang sundep dari 174 hektare lahan sawah. Hingga kini, petani masih menunggu uluran bantuan modal dari pemerintah daerah untuk mengganti tanaman mereka yang diserang hama. (spn)
 
 

Dinas Kesehatan Lamban Tangani DBD di Rengasdengklok

RENGASDENGKLOK, RAKA - Fooging untuk Rengasdengklok Selatan terkesan lambat, belum juga merealisasikan janji fooging untuk Dusun Bojong Karya II, ternyata sudah ada lagi penderita Dengue Demam Berdarah (DBD) di Dusun Blokraton.
 
Dua penderita DBD dari Dusun Bojong Karya II, Rina (25) dan Tiah (26) sudah dinyatakan membaik dan diperbolehkan pulang ke rumahnya setelah dirawat di RSUD Karawang sebulan lalu. Sedangkan di Blokraton, Suhadi (17) diduga positif DBD, Rabu (7/1) malam, dan kini dirawat di RS Proklamasi, dia dinyatakan positif DBD oleh mantri rumah sakit tersebut.
 
Kepala Desa Rengasdengklok Selatan, Wawan Hermawan mengatakan, pihaknya sudah sering melaporkan kondisi lingkungannya yang banyak nyamuk belang kepada Puskesmas Rengasdengklok. Selama sebulan, ajuan desa sudah dua kali, tapi tidak ada realisasi. Bahkan, pihak desa cemas jika wabah DBD meluas dan banyak yang terjangkit DBD. "Harusnya fooging ini secepatnya direalisasikan, mengingat saat ini musim hujan. Kita memang terus melaporkan kondisi-kondisi ini pada Puskesmas," katanya kepada RAKA, Kamis (8/1) siang di tempat kerjanya.
 
Saat dihubungi via telepon, Kepala Puskesmas Rengasdengklok Dr. Hidayati menyatakan, fooging hanya akan dilakukan pada pemukiman yang sudah ada korban DBD, jika ada yang terjangkit barulah fooging diturunkan. Kata Hidayati, pihaknya tidak akan melakukan fooging jika ada warga sakit belum dinyatakan positif. "Jika rumah sakit menyatakan positif, rumah sakit itu akan menghubungi kita untuk melakukan fooging," ujarnya.
 
Lebih lanjut Hidayati menyatakan, jika DBD itu hanya anggapan warga dan belum terbukti, maka yang dapat dilakukan adalah 3M (mengubur, menguras dan menimbun) barang bekas yang menjadi tempat genangan air. "Kita akan mengajukan fooging jika di lingkungan itu ada yang terjangkit DBD, tapi kita pun akan menelusurinya melalui tim 'survilance' dari mana asal warga itu berasal," ucapnya. (spn)

Dua Anak Sakit Terlantar Berobat

Erna dan ibunya bersama orang tuanya didampingi Robby Barmaqi.
 
 
RENGASDENGKLOK, RAKA - Kasihan Erna, sejak usia dua bulan anak semata wayang pasangan Ramsi dan Rodalim warga Dusun Bengle, No. 18 RT 11/04, Desa Dewisari, Kecamatan Rengasdengklok memiliki penyakit aneh di kelopak hitam matanya. Sejak kecil, dia tidak bisa melihat.
 
Pantauan RAKA, kemarin. Pada kelopak hitam matanya itu terlihat seperti bisulan sebesar kelereng kecil, jika Erna memejamkan mata, matanya tampak menjorok keluar. Erna yang baru berusia tiga tahun ini hanya bisa mendengar suara-suara orang tua dan teman sebayanya. Bila berjalan, jemari-jemari tangan kirinya digerak-gerakan di depan matanya, seolah sedang meraba-raba. "Dia bisa hafal jalan pulang ke rumah jika sudah main dengan teman-temannya," kata Rodalim.
 
Dijelaskan orang tua Erna, mereka punya surat Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), tapi tidak digunakan. Itu diakui Rodalim, keluarganya tidak memiliki biaya keseharian selama menunggu Erna di rumah sakit, meski Erna bisa diobati gratis. Dia menceritakan, Erna pernah berobat pada seorang tabib yang mengaku dari Kabupaten Serang. Setelah diobati, bisulan di kelopak mata Erna malah semakin besar.
 
Selain Erna, masih di dusun yang sama, Karsidi yang masih duduk di kelas 4 SD Dewisari III mengidap penyakit radang kelenjar atau disebu 'sarilat'. Leher kanannya termasuk kedua ketiak dan pelangkakan kakinya borok-borok. Bentuk boroknya seperti gari-garis sepanjang 1-3 cm.
 
Gejala ini sudah dialaminya setahun, awalnya demam, kemudian timbul bisul-bisul dileher, ketiak dan pelangkakan paha. Hingga kini, jika tiap malam suhu badan Karsidi sering panas. Meski demikian, pada puasa Ramadhan, Karsidi pun tidak lepas dari puasa wajib itu. "Kalau habis obatnya, Karsidi sering kambuh lagi," kata kakanya, Karsih.
 
Di kediaman Erna dan Karsidi, Koordinator Rengasdengklok Forum, Robby Barmaqi mengatakan, prihatin melihat kondisi Erna dan Karsidi. Dia berharap, keduanya tidak terlantar berobat. "Ironis, setelah pemerintah menjamin kesehatan masyarakat ternyata masih banyak yang tidak sanggup membawanya ke rumah sakit dengan alasan biaya keseharian selama menunggu pasien. Persoalan ini harus dituntaskan, seharusnya rumah sakit Proklamasi Rengasdengklok bisa menerima Jamksemas bagi semua masyarakat, supaya akses berobat bisa lebih dekat, tanpa harus jauh-jauh ke RSUD Karawang," jelasnya.
 
Lebih lanjut Robby mengatakan, dia bersama Laskar Pemuda Islam (LPI) Al Barkah, Desa Dewisari, Kecamatan Rengasdengklok akan menggalang dana untuk membantu kedua pasien tersebut. Dia juga meminta langsung kepada Kepala Desa Dewisari, Moh. Aning agar bersama-sama mengatasi kedua pasien tersebut. (spn)
 
 

Lepas Sambut Camat Kutawaluya

Penyerahan memori kerja desa dari Camat Kutawaluya Heri Paryono kepada Kades Kuta Gandok.
 
 
KUTAWALUYA, RAKA - Rotasi yang dilakukan oleh Pemkab Karawang membuat beberapa pejabat yang berada di tingkat kecamatan menduduki posisi baru. Drs. Dedi Kurniadi yang semula Camat Kutawaluya dipindahkan menjadi Camat Pangkalan. Ia digantikan oleh Drs. Heri Paryono yang sebelumnya Camat Pakisjaya, Selasa (6/1) sore.
 
Lepas sambut ini diselenggarakan di aula Kantor Kecamatan Kutawaluya yang dihadiri oleh kedua Muspika Kutawaluya dan Pakisjaya, para kepala desa se-Kutawaluya, Panwaslu Kutawaluya dan dari berbagai tokoh masyarakat setempat, termasuk ibu-ibu PKK. Sedangkan Heri Paryono membawa rombongannya dari kantor Kecamatan Pakisjaya, termasuk LSM Kompak dan warga Pakis.
 
Pada kesempatan bicara, Dedi Kurniadi didampingi istrinya mengatakan, Heri Paryono adalah rekan lamanya dari Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN). Dan dia meminta maaf pada semua pihak yang merasa dirugikannya selama dia menjabat sebagai Camat Kutawaluya. "Mohon dimaafkan sebesar-besarnya jika dalam kepemimpinannya ada kesalahan," tukasnya.
 
Dia juga meminta doa restu, agar di tempat kerja baru mendapat berkah dan selamat dunia-akhirat. Sementara, Dedi Kurniadi akan melaksanakan lepas sambut dengan Camat Pangkalan pada 13 Januari 2009 mendatang. Ini berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan.
 
Sedangkan Heri Paryono didampingi istrinya mengatakan, acara ini merupakan hal yang sudah sering terjadi di birokrasi pemerintahan. "Saya lihat, Kutawaluya adem, berarti Dedi sudah bisa menciptakan kondisi baik di Kutawaluya. Insya Allah, saya pun akan mengikuti jejaknya. Untuk itu, saya minta dukungan agar tugas-tugas saya di Kutawaluya bisa ringan," ucapnya.
 
 
Lebih lanjut Heri menegaskan, supaya semua pihak saling mendukung, karena pada era reformasi ini, hal sekecil apapun selalu dibuat-buat menjadi permasalahan besar. Dia berpesan kades Kutawaluya, supaya memberi tahu masyarakat tentang kehadirannya di Kecamatan Kutawaluya bahwa dia adalah camat baru. "Tolong bimbing dan tegur saya jika ada sesuatu yang kurang baik. Pada Camat Dedi, saya ucapkan terima kasih," ungkapnya.
 
 
Diketahui, Dedi Kurniadi menjadi Camat Kutawaluya pada awal tahun 2006 dari jabatan sebelumnya sebagai Sekertaris camat (Sekcam) Lemah Abang Wadas. Sedangkan Heri Paryono menjabat Camat Pakisjaya selama 1 tahun 9 bulan dari jabatan sebelumnya sebagai Sekcam Pakisjaya selama 16 bulan. Pada acara lepas sambut ini, diselingi penyerahan memori kerja desa yang langsung diberikan Heri Paryono kepada Kades Kutagandok, Adang yang terpilih 14 Desember 2008 kemarin.
 

Perluasan Lahan Untuk Relokasi Sarakan Kekurangan Tanah

TIRTAJAYA, RAKA - Perluasan lahan untuk relokasi warga Sarakan, Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya kekurangan tanah. Beko yang dikerahkan non-stop 20 jam/hari itu sudah mengalami kesulitan mencari tanah lumpur di dasar sungai. Perluasan lahan relokasi ini sudah berjalan selama 20 hari sejak 11 Desember 2008 lalu untuk membantu pengungsian warga Sarakan di pesisir pantai yang selalu diterjang banjir laut.
 
Saat mengawasi langsung pekerjaan relokasi, Camat Tirtajaya, Drs. Wawan Setiawan menjelaskan, hitungan semula pekerjaan ini harusnya selesai diakhir Desember 2008 kemarin dan sudah bisa ditempati 44 warga Sarakan yang butuh relokasi. "Ternyata sulitnya mencari tanah untuk perluasan pematang sungai ini menjadi kendala. Pekerjaan ini bisa molor hingga pertengahan Januari 2009 mendatang," katanya.
 
Dia juga mengkhawatirkan curah hujan tinggi yang bisa membuat tanah hasil pengerukan dari dasar sungai ini kembali longsor. Selain itu, warga Sarakan yang menuntut relokasi pun terus menekan supaya pekerjaan ini cepat selesai. "Saya pun mengajak kerjasama dari Perhutani, karena yang saat ini kita urus adalah masyarakat yang kena musibah. Memang disisi kita sadar pentingnya hutan tapi kita terpaksa mengorbankan dua pohon bakau untuk perluasan lahan, yang sebelumnya memang kita sangat mempertahankan pohon-pohon ini agar tidak kena tebang, tapi karena kondisi perluasan lahan kurang, akhirnya tetap saja ditebang," jelasnya.
 
Sementara itu, dana Pemda Karawang untuk relokasi ini sebesar Rp 107.000.000 telah habis digunakan untuk biaya operasional memperluas lahan untuk di pematang sungai seluas 4500 meter persegi. Lebar pematang 10 meter dari rencana awal sepanjang 15 meter. Ini akibat beko tidak lagi menemukan lumpur, akhirnya perluasan lahan pematang dipersempit jadi sepanjang 10 meter. Hingga kemarin, camat dan aparatnya masih hitung-hitung jumlah rumah yang bisa tinggal dilahan relokasi tersebut.
 
"Kita akan lihat besok lusa berapa rumah yang bisa direlokasi di tanah seluas 100x10 meter, kemungkinan bisa 12 rumah atau bahkan lebih. Perhitungan ini harus akurat, kita menghindari rumah saling berdempetan seperti 'copel' perumahan type 21 akibat lahan yang sempit, minimal ada jarak 1 meter antar rumah," ujarnya. (spn)

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan