Parpol Tidak Melihat Realitas Pertanian?

Monday, April 20, 2009


RENGASDENGKLOK, RAKA - Pemilu 9 April 2009 lalu, suhu politik memang memanas. Masing-masing partai telah menklaim keberhasilan pembangunan menjadi daya angkat untuk perolehan suara. Semua masyarakat dipertontonkan saling klaim keberhasilan swasembada beras melalui iklan partai politik di televisi.
 
Demikian kata pakar politik, Kholid kepada RAKA, Minggu (19/4) siang. Kata dia, setidaknya ada tiga parpol yang mengklaim keberhasilan swasembada pangan atau beras sebagai hasil keringat kader-kader mereka. Setelah Partai Golkar mengklaim di bawah kepemimpinan Wakil Presiden yang juga ketua Umum Golkar, M. Jusuf Kalla untuk pertama kalinya Indonesia bisa mengekspor beras. Kemudian disusul Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menampilkan iklan bahwa otak keberhasilan Indonesia mendongkrak produksi padi adalah Menteri Pertanian, Anton Apriyantono, kader PKS.
 
Kemudian, gerah melihat klaim dua partai tersebut, Partai Demokrat tidak mau kalah bersaing. Akhirnya meluncurkan juga iklan klaim swasembada beras. Sejauh mana sebenarnya keberhasilan produksi padi. Dari hasil survei Badan Pusat Statistika (BPS), Angka Sementara (ASEM) produksi padi 2008 sebesar 60,25 juta ton Gabah Kering Giring (GKG). Dibandingkan produksi 2007, terjadi peningkatan sebanyak 3,09 juta ton GKG atau sekitar 5,41 persen.
 
Kenaikan produksi tersebut terjadi karena peningkatan luas panen seluas 161. 520 hektar (ha) atau 1,33 persen dan juga produktivitas sebesar 1,90 kwintal/ha atau 4,04 persen. Kenaikan produksi padi tahun lalu terdapat di beberapa provinsi, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Jawa barat dan Sulawesi tengah.
 
Iklan yang mengklaim keberhasilan swasembada beras itu tidak pantas dilakukan. Seharusnya yang berhak mengklaim adalah petani. Aneh kerja keras petani justru diklaim hasil kerja keras satu partai. Lagi pula upaya meningkatkan produksi beras untuk memenuhi kebutuhan rakyat seharusnya merupakan tugas dan kewajiban pemerintah. Apakah pemerintah berhasil atau tidak, biarkan rakyat yang memberikan penilaian. Sungguh lucu, sekarang ini yang terjadi pemerintah menilai pekerjaannya sendiri.
 
"Apakah keberhasilan Indonesia mencapai Swasembada beras membuat petani bangga, tidak. Petani hingga kini masih tetap menghadapi kesulitan, bahkan Sebagian besar petani Indonesia termasuk dalam kategori rumah tangga miskin (RTM). Dari hasil sensus BPS jumlah rumah tangga petani (RTP) yang masuk kategori petani gurem mengalami peningkatan," katanya.
 
Misalnya pada sensus 1993 jumlah rumah tangga petani sebanyak 20,518 juta dengan RTP gurem sebanyak 10,69 juta. Pada sensus 2003 jumlah RTP naik menjadi 24,04 juta dan yang masuk kategori gurem juga naik menjadi 13,25 juta RTP. Padahal catatan BPS, pada 2008, total rumah tangga miskin (RTM) di Indonesia mencapai 18,5 juta. Artinya, sebagian besar RTM adalah petani. Dengan kondisi masih banyak petani miskin, pemerintah dan ketiga parpol tersebut seharusnya merasa malu mengklaim keberhasilan di atas penderitaan petani. (spn)
 
 

Antara Kebutuhan Ekonomi dan Kenyamanan Lingkungan


RENGASDENGKLOK, RAKA - Bukan PKL (Pedagang Kaki Lima) jika tidak berjualan di pinggiran jalan raya. Meski keberadaan mereka mengganggu pengguna jalan, para PKL menganggap tuntutan ekonomi lebih penting, meski mereka harus selalu berhadapan dengan Sat Pol PP.
 
Seperti diungkapkan pedagang buahan, Amirul Falah (35), keberadaannya di atas trotar jalan bukan suatu hambatan, tapi kemudahan bagi masyarakat yang akan membeli buah-buahan. "Setiap hari kan saya pajaknya, jadi kami berhak jualan disini," ucapnya saat ditemui RAKA, Minggu (19/4) siang, sambil melayani pembeli.
 
Sementara itu, keberadaan pedagang di sepanjang jalan pun menguntungkan tukang parkir. Satu motor di tarif Rp 1000 dan para tukang parkir ini telah mengantongi ijin perparkiran. Selain tukang parkir yang resmi, yang ilegal pun banyak dan hampir ada di sepanjang jalan. "Kalau tidak dirapihkan, akan semakin macet," kata Wawan, tukang parkir di depan Shelby Plasa.
 
Di tempat terpisah, sesepuh Rengasdengklok, Yahya mengatakan, kota Proklamasi ini masih perlu penataan infrastrukturnya, artinya menata ruang Kota Rengasdengklok supaya lebih baik. Menurutnya, Kota Rengasdengklok jangan keterusan semerawut seperti sekarang, harus ada penataan, diantaranya tentang relokasi pasar. Pembangunan relokasi pasar Dengklok ini harus mendapat kesepakatan bersama, antara pemerintah dan pelaku usaha.
 
Dan ekonomi kerakyatan tetap harus berjalan, kata Yahya, terutama untuk memakmurkan para pedagang di Pasar Rengasdengklok. Kata dia, memang harusnya pasar Dengklok punya lembaga keuangan sendiri, jangan sampai rentenir menguasai pedagang. Jika ekonomi kerakyatan ini bisa berjalana baik, semua elemen termasuk pengangguran bisa usaha, apalagi mencari lepangan pekerjaan saat ini sulit. Saat ini ekonomi kerakyatan memang sudah berjalan, tapi diharap bisa lebih berkembang lagi melalui bank pasar yaitu di pasar ini harus ada lembaga keuangan yang dikelola oleh pemerintah daerah, supaya pedagang tidak terjerat rentenir. (spn)
 
 

Hari Bumi dan Demokrasi


 
"Bumi sebagai 'Kawah Candradimuka', artinya selalu ada pergantian masa, rejim dan keuasaan. Selama ini, bumi menampung segala tindakan semua manusia, khusunya bagi yang berkuasa kemarin, saat ini dan yang akan datang. Dimana mereka menorehkan goresan tinta pada bumi ini," kata pengajar seni dan budaya SMAN 1 Pedes, Maruf Muhtar S.Ip, kepada RAKA, Minggu (19/4) siang.
 
 
Menurutnya, bumi sudah terlalu banyak berkorban bagi umat manusia, sepanjang sejarah dalam perjalanannya. Pada moment hari bumi tanggal 22 April 2009 besok, semoga menjadi sebuat bentuk pembelajaran kepada kita, betapa tulusnya bumi memberi dan menerima terhadap segala hal yang telah ditorehkan oleh manusia. "Ketulusan dan keikhlasanlah hendaknya menjadi pondasi bagi para calon legislatif yang menjadi aktor pada pemilu 2009 kemarin," ujarnya.
 
 
Sehingga, lanjutnya, ketika seorang caleg menhadapi hal yang tidak diharapkannya, dia tidak serta merta mengambil lagi apa yang telah diberikan pada bumi dan penghuninya (masyarakat, red). Hal ini diungkapkannya, karena telah terjadi beberapa kasus caleg kalah yang mengambil kembali sesuatu yang telah dia sumbangkan pada masyarakat. Dengan begitu, wajib bagi semua manusia merenung kembali, apa yang telah dilakukan pada bumi selama ini. "Karena memang bumi ini adalah titipan anak-cucu kita," tukasnya.
 
Saat ini, bumi menunggu langkah nyata tiap individu dalam memulai kembali dalam perbaikan-perbaikan yang bisa kita lakukan dengan memelihara lingkungan dan kondisi sehat di sekeliling lingkungan. "Seorang caleg harus terus melakukan hal yang melindungi bumi, bukan merusaknya atau menghapus sesuatu yang sebenarnya telah menjadi hak orang lain. Harusnya, tiap caleg berpikir biarlah anak-cucu kita mengenang kita ketika kita tidak berada di antara mereka lagi. Selamat hari bumi, damai di hati, damai di bumi," ujarnya. (spn)
 

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan