Terminal Dengklok Difungsikan Jelang Lebaran?

Friday, September 4, 2009

 
RENGASDENGKLOK, RAKA - Masyarakat di wilayah Utara Karawang meminta ketegasan Pemda Karawang tentang status terminal Rengasdengklok. Jika memang terminal ini harus difungsikan, maka Dinas Perhubungan Karawang harus memperbaiki terminal dan membuat rute-rute angkutan umum. Namun, jika tidak lagi digunakan, masyarakat meminta supaya terminal ini dibongkar.

Hal ini diungkapkan beberapa warga dan Persatuan Angkutan Umum Rengasdengklok. Pemandangan tahunan ini, sangat disayangkan warga, aksi tukang ojek dan becak Rengasdengklok yang menurunkan paksa penumpang angkutan umum dari arah Tanjungpura menuju Pasar Rengasdengklok. Dan terminal Rengasdengklok inilah yang dijadikan alasan bagi tukang ojek dan becak sebagai lokasi yang tepat untuk menurunkan penumpang. Padahal, terminal ini hanya berfungsi sekitar 6 bulan sejak didirikan tahun 1984 lalu.

Tahun kemarin, 1429 Hijriyah, ratusan tukang ojek dan becak menurunkan penumpang di terminal ini 10 hari menjelang lebaran hingga lebaran tiba, bahkan lebih. Aksi kedua pelayan jasa transportasi ini kadang sering membuat geram masyarakat. Pasalnya, tidak sedikit dari mereka harus tersita waktu dan biaya. Bahkan tidak tanggung-tanggung, ojek dan becak menawarkan tarif jasa terbilang mahal, biasanya Rp 5000 sekali antar, kini bisa mencapai Rp 20.000.

Memang, menjelang lebaran ini dijadikan momen tepat bagi mereka untuk meraup hasil lebih dari para pemudik, tapi kenyataanya kakek-kakek tua renta yang biasa pulang-pergi Tanjungpura-Rengasdengklok pun terpaksa merogoh ongkos dua kali setelah diturunkan paksa oleh tukang ojek dan becak.

Aksi tukang ojek dan becak ini dilakukan sejak pagi hingga lepas dzuhur. Mereka mencegat angkot biru yang melaju dari arah Tanjungpura, memaksa penumpangnya turun dan menawarkan jasa dengan ongkos mahal. Tawar menawar dilakukan saat penumpang masih berada dalam angkot, karena penumpang angkot itu menolak turun.
 
 
Namun, tukang ojek dan becak tidak kalah diam, mereka terus menawarkan jasanya dan mengatakan angkot yang mereka tumpangi tidak lagi sampai ke Pasar Rengasdengklok melainkan habis sampai terminal. Tidak hanya itu saja, angkot warna biru ini digulung, lalu kaca jendela angkot dibuka, tangan-tangan tukang ojek masuk ke dalam berusaha mengambil barang bawaan penumpang, tapi ada juga yang jahil colak-colek pada penumpang perempuan.

Tidak puas mangkal di dalam terminal, puluhan tukang ojek lainnya mencegat angkot jauh sekitar 1 km lebih dari terminal, hingga ke Desa Amansari. Hal itu mereka lakukan karena di dalam terminal sendiri terbilang ratusan ojek dan becak. Jadi, sebagian dari mereka mengejar penumpang hingga bukan pada tempatnya lagi. Bahkan tahun lalu, hampir semua ojek mangkal di luar terminal, mereka menurunkan semua penumpang angkot.

Jelas, penumpang geram, kecewa dan tidak menginginkan naik ojek, bahkan mencaci maki tukang ojek. Akhirnya puluhan penumpang yang sudah diturunkan paksa ini harus jalan kaki 1-2 km lebih menuju Pasar Rengasdengklok sambil menjinjing barang-barang mereka yang berat.
 
Hal ini sudah menjadi pengetahuan umum, bahkan bupati dan Dinas Perhubungan
Karawang juga intansi lainnya pun tidak bisa menutup mata. Malah, terkesan rutinitas tahunan ini seolah jadi tradisi dan dibiarkan, ribuan masyarakat yang hilir-mudik Tanjungpura-Rengasdengklok ini dirugikan. Pada lebaran 1429 Hijriyah lalu, beberapa ojek dan becak mengatakan telah mendapat ijin dari pihak kepolisian dan pemerintah setempat. Namun, jika melihat yang dialami masyarakat saat itu, sepertinya pemerintah bukan mengayomi melainkan mempersulit masyarakat. (spn)

Penderita Kelenjar Gondok Minta Bantuan Dermawan 

 
KUTAWALUYA, RAKA - Titin Binti Ruki (39), warga Dusun Krajan 2B, RT 13/03, Desa Sampalan, Kecamatan Kutawaluya sudah 9 tahun menderita kelenjar gondok. Sulit berobat, warga miskin ini meminta bantuan para dermawan untuk biaya di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Menurutnya, penderitaannya ini harus diakhiri dengan operasi.
 
Penyakit gondok ini mengganjal leher kanannya sejak dia mengandung putri ke dua, gondoknya itu kian membesar hingga menyesakan nafasnya. Akibat tidak punya biaya untuk berobat, sakitnya itu semakin menjadi dan membesar. Penderitaan Titin semakin lengkap ketika suaminya mencerainya. Kini dia tinggal dalam rumah gubuk dengan orang tua dan kedua anaknya tanpa seorang pun yang menafkahinya.
 
Melihat hal itu, tetangganya sempat mengulurkan tangan untuk meringankan derita Titin, yaitu dengan memberinya uang yang berhasil terkumpul sebesar Rp 1,7 juta. Titin sempat dibantu Tim Medis Desa, Awih (37) dan dibawa ke RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Karawang. Hasil pemeriksaan, ia dirujuk untuk memeriksa darah ke Bio Medilab Laboratorium Karawang. Melalui pemeriksaan Endokkrinologi dengan biaya Rp 415 ribu, didapat keterangan Titin mengindap penyakit kelenjar gondok.
 
Setelah mendapatkan keterangan dari Tim Medis RSUD, Titin dianjurkan dioperasi ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, karena RSUD Karawang tidak memiliki alat untuk operasi kelenjar gondok. Karena biaya yang ada telah habis, akhirnya Kepala Desa Sampalan, Jamaludin dan Ketua BPD Kaidi Prawira NS, menyarankan membentuk relawan bakti sosial untuk biaya operasi Titin. Hasil musyawarah BPD, LPM, Ketua DKM (Dewan Keluarga Masjid) dan tokoh masyarakat setempat, hasilnya ditunjuklah salah satu warga bernama Nasep untuk menggalang dana bagi Titin.
 
Dengan terbentuknya tim relawan tersebut, diharap banyak donatur yang mau membiayai pengobatan Titin, yaitu untuk biaya ke Bandung termasuk biaya keseharian beberapa tetangganya yang mendampingi Titin selama dirawat nanti. Menurut Nasep, persyaratan administrasi seperti Jamkesmas, surat rujukan dari RSUD Karawang termasuk KK (Kartu Keluarga), KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan surat pendukung lainnya telah siap, tinggal menunggu bantuan dari para dermawan untuk biaya operasi.
 
Seharusnya, pada tanggal 26 Agustus 2009 kemarin, Titin sudah dioperasi di Bandung, tapi karena tidak mengantongi biaya, terpaksa ia menunggu para relawan yang sedang mencari bantuan dana. Namun begiru, ibu dua anak itu pun tak kalah diam, untuk menghidupi dua anaknya, dia bekerja sebagai tukang cuci di rumah kepala desa setempat. (spn)

Alqalami Simbol Penghianat Islam

Oleh: Kholid Al Kautsar
Pengajar SMAN 1 Batujaya, Kabupaten Karawang
 
SEJARAH mengabadikan sebuah kisah, Ibnul Alqalami sebagai simbol kekalahan dan penghianatan, simbol penghilangan identitas umat Islam. Dialah penghianat besar yang membuat Baghdad hancur akibat diserbu tentara Mongol yang dipimpin Hulaku.
 
Alqami sudah empat belas tahun menjadi menteri pilihan di masa Khalifah Al Mustashim. Ia dihormati, disegani dan diberi kedudukan yang tak pernah didapat menteri lain, tapi kebenciannya kepada orang Sunni membuat kehormatannya tak ada artinya. Ia berusaha keras untuk bisa mengakhiri kekuasaan Bani Abbasiyah.
 
Segala strategi dilakukan Alqami, yang terparah adalah membuat kendor kemampuan tempur pasukan Islam, mengkorupsi gaji prajurit, menghapus nama-nama prajurit, mengendurkan latihan militer dan melarang masyarakat melawan tentara Mongol. Tentara Islam yang semula berjumlah hampir seratus ribu orang, menjadi tidak lebih dari sepuluh ribu orang.
 
Di saat yg sama ia menyarankan sang Khalifah untuk keluar dari Baghdad menyongsong Hulaku untuk damai dan menawarkan separuh pendapatan Baghdad. Sedangkan ia pun mengatakan pada Hulaku, bila Khalifah datang minta damai jangan diterima. Tak ubahnya Alqami ini bermuka dua, sebab dia menganggap kekuasaannya tak sempurna jika masih ada Al Mustashim.
 
Kemudian, khalifah keluar bersama keluarganya, para ulama, ahli Al-Quran dan orang-orang penting, menyongsong harapan damai dari peperangan. Khalifah tidak menyadari bahwa kematian menunggu di lorong penghianatan dari orang dekatnya. Dan dengan mudah Hulaku membunuh Khalifah dan rombongannya.
 
Setelah itu tentara Mongol meluluh lantakan Baghdad, membunuh satu juta ummat Islam, menumpahkan arak di masjid, membunuh para imam masjid. Ahli sajarah menulis, pasukan Mongol menyembelih Ummat Islam seperti menyembelih domba, mayat-mayat bergelimpangan dan membusuk.
 
Beberapa hari setelah kebengisan itu, Ibnul Alqami menunggang kuda keliling kota, tiba-tiba seorang wanita menegur. "Wahai Ibnul Alqami, apakah seperti ini perlakuan bani Abbasiyah terhadapmu,". Perkataan itu sangat mengejutkan, ia teringat empat belas tahun Bani Abbasiyah memberinya kebaikan dan kehormatan, tapi ia membalasnya dengan kekejian. Alqami mengurung diri, memendam sesal yang tak ada artinya.
 
Kemudian, Alqami pun mati membawa mimpinya tentang kemenangan yang berujung kekalahan. Membawa obsesi kemuliaan yang mewujud dalam kehinaan. Begitulah Ibnul Alqami memilih jalan kekalahan.
 
 
Kisah orang yg rakus, penghianat dan ambisius pada kekuasaan seperti Alqami adalah potret seseorang yang mengiringi kehancuran. Pada setiap peristiwa kolektif selalu ada peran seseorang. Pada setiap potongan waktu tentunya selalu ada perilaku seperti Ibnul Alqami. Dan pada setiap individu pun ada potensi perilaku Ibnul Alqami. Menghianati dirinya sendiri, bersekongkol dengan sumber kerusakan dan mengalahkan diri sendiri.
 
 
Jika dikupas identitas diri seperti seorang Alqami, ia malas dan gamang menjadi muslim, ia rela menjual identitas kemuslimannya dengan harga murah, ia menjadi muslim yg tidak berideologi Islam, menukar identitasnya dengan ideologi kapitalis, liberalis, komunis, pancasilais dan lainnya, yang lebih parah menjadi penghianat Islam.
 
Jika kalah dan menang adalah kisah tentang peneguhan jati diri, tentunya kekalahan pertama selalu mewujud di ruang pertarungan identitas. Di ruang ini sudah banyak yang kalah, menghianati jati diri. Dan di sini, identitas lebih ke soal subtansial dan identitas keyakinan. Ketika kita menjadi muslim, secara sadar kita harus memenangkan identitas kemusliman kita dan memenangkan jati diri kemusliman.
 
Orang yg kalah secara jati diri tidak memiliki apa-apa yang dijunjung tinggi sebagai nilai kehormatan. Kehormatan itu yang dijunjung tinggi oleh Islam, menjadi muslim berideologi Islam, menegakkan syariah Islam, adil dan cerdas. Juga menjunjung kebersihan hati, pemberani, pembelajar tak kenal henti, tak putus asa dan selalu tawadu. (spn)

Tati: Bidan Cilebar Layani Gakin

CILEBAR, RAKA - Tidak ada bidan yang mengabaikan ibu hamil yang akan bersalin, kalau bidan desa sedang sibuk, persalinan bisa dilakukan bidan dari luar kecamatan, itu sah-sah saja, yang penting ibu dan anak yang baru melahirkan selamat dan sehat. Demikian kata Bidan Tati kepada RAKA, Kamis (3/9) siang di Puskesmas Kertamukti, Kecamatan Cilebar.
 
Itu diungkapkannya sebagai sanggahan yang menyatakan bidan Cilebar mengabaikan gakin (keluarga miskin). Diakuinya, gakin atau non gakin, warganya yang sedang masa persalinan tetap dilayani dengan baik, tidak membeda-bedakan. Pada persalinan seorang warga Desa Pusakajaya Selatan Sabtu kemarin, memang dia dan bidan yang dipanggil sedang sibuk. "Saat itu Bidan Wiwin sedang menengok ibunya yang sakit, sedangkan di rumah saya sedang melakukan persalinan juga," ucap Tati.
 
Diceritakannya, dia memang tidak mendatangi ibu hamil yang akan bersalin pada Sabtu malam kemarin itu, karena di rumahnya ada ibu hamil yang akan melahirkan juga. Dia sempat meminta Paraji untuk membawa ibu hamil itu ke rumahnya, tapi setelah ditunggu lama, Paraji belum juga datang membawa pasiennya. Namun, Tati merasa lega setelah mendengar ada bidan lain yang telah menangani ibu hamil yang akan bersalin itu. Menurut Tati, semua bidan sama, yang penting bayi lahir dengan sehat dan ibunya selamat.
 
Ditanya soal denda Paraji yang melakukan persalinan sendiri tanpa bidan, Tati menyatakan, peraturan itu memang ada tapi hingga kini tidak berlaku, sejak dibuat peraturan itu, hingga kini tidak pernah ada Paraji yang didenda karena melanggar peraturan melakukan persalinan. Lagi pula, selama ini Paraji tidak pernah bekerja sendiri, selalu bersama dengan bidan membantu persalinan. "Cuma Sabtu malam itu saja yang jadi soal, kita memang lagi sibuk, tapi kita sebenarnya tidak mengabaikan, malah kita menunggu Paraji membawa pasiennya ke rumah saya. Waktu kita tidak selamanya luang, kadang ada waktu sibuk melayani pasien sejak pagi hingga malam, bahkan hingga kembali terbit matahari," jelasnya.
 
Pernyataan bidan Tati ini terkait, bidan di Kecamatan Cilebar yang dianggap melanggar kesepakatan kerjasama dengan Paraji setempat. Dengan dalih sibuk, bidan tidak melayani warga gakin, akhirnya hanya seorang Paraji saja yang bekerja sendiri melakukan persalinan, karena sesuai ketentuan Dinas Kesehatan, persalinan bagi ibu hamil dilakukan oleh bidan, sedangkan Paraji hanya membantu bidan.
 
Pada persalinan seorang warga Pusakajaya Selatan, bidan tidak hadir bersama Paraji saat persalinan, bidan itu berdalih sibuk, tidak ada di rumah, bahkan sulit dihubungi via handphone. Kasak-kusuk diketahui, ternyata bidan enggan melayani warga gakin. Seperti telah dijelaskan seorang Paraji warga Dusun Sumberjati, Desa Pusakajaya Selatan, Kecamatan Cilebar, Uni (50) menjelaskan, bidan sulit dimintai bantuannya untuk persalinan ibu hamil. (spn)
 

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan