Lagi, Anak 6 Tahun Meninggal Akibat DBD

Saturday, April 18, 2009

RENGASDENGKLOK, RAKA - Anak usia 6 tahun, Zahra Julia Rahma meninggal akibat DBD (Demam Berdarah Dengue), anak kecil yang kesehariannya biasa berlarian di lingkungannya Dusun Rengasjaya, RT 50/11, Desa Rengasdengklok Selatan ini, kini pupus tiada lagi terdengar tawanya. Kejadin ini membuat duka keluarga dan tetangganya.
 
Anak pertama dari dua bersaudara pasangan Dadang dan Anah meninggal dunia pada Kamis (16/4) pukul 14.00 WIB di RS Proklamasi, Rengasdengklok. Seminggu sebelumnya, Zahra yang biasa periang berubah murung dan panas tubuhnya tidak turun. Melihat hal itu, kedua orang tuanya membawa anak kesayangannya itu ke Puskesmas Rengasdengklok, setelah dirawat dua hari di rumahnya. Di Puskesmas, Zahra dirawat inap selama 24 jam.
 
Keterangan seorang perawat Puskeskesmas Rengasdengklok, Zahra terserang penyakit 'typus'. Selama di rawat, panas tubuh Zahra tidak turun, bahkan semakin tinggi dan anak yang baru duduk di bangku TK (Taman Kanak-kanak) itu semakin kesakitan. Melihat hal itu, kedua orang tuanya membawa Zahra ke RS Proklamasi pada Selasa (14/4) lalu. Saat ditangani tim medis RS Proklamasi, hasil tes darahnya diketahui positif DBD. Mendengar keterangan tersebut, jelas membuat kedua orang tua Zahra semakin panik.
 
Namun, nasib berkata lain, Zahra dijemput Sang Maha Kuasa untuk selamanya. Kejadian ini merupakan pukulan berat bagi kedua orang tuanya, termasuk aparat desa setempat, karena selama ini diketahui setiap kasus DBD di Rengasdengklok Selatan ditangani pemerintah dengan sangat lambat. Dinas Kesehatan, selalu sibuk jika ada yang sudah meninggal, sedangkan pada saat diketahui ada yang positif DBD, Dinas Kesehatan terkesan acuh. Ini tidak terjadi satu-dua kali, tapi dalam setahun ini sudah ada tiga korban meninggal dunia akibat DBD di desa yang sama.
 
Seperti jatuh dari tangga kemudian tertimpa tangga pula, itu lah yang dialami ayahanda Zahra. Dadang merasa selama perawatan anaknya, tim medis seolah kurang memperhatikan. Padahal, pemerintah sudah gembar-gembor meminta setiap KLB (Kejadian Luar Biasa) harus diperhatikan dan dibebaskan dari biaya apapun, terlebih bagi keluarga miskin. Namun kenyataannya, Dadang harus membayar uang administrasi sebesar Rp 30 ribu ke Puskesmas Rengasdengklok. Selain itu, Dadang harus merogoh Rp 2 juta untuk membayar RS Proklamasi.
 
RS Proklamasi beralasan, ruang untuk gakin (keluarga miskin) sudah penuh, sehingga Dadang harus menempatkan anaknya di ruang perawatan non gakin. Sementara itu, pihak desa menyesalkan tim medis yang kurang tanggap melayani pasien KLB. Apalagi, dengan membebankan biaya besar pada pasien yang jelas-jelas adalah gakin. (spn)

PPK Rengasdengklok Jadi Penentu Kemenangan Caleg di Dapil 3

RENGASDENGKLOK, RAKA - PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) Rengasdengklok merupakan penentu hasil suara sah caleg (calon legislatif) dapil 3, sementara tiga kecamatan lainnya sudah beberapa hari lalu sudah selesai. Caleg dan partai sudah mengantongi hasil suara, tinggal menunggu hasil akhir rekapitulasi PPK Rengasdengklok.
 
Selama beberapa hari kemarin, caleg dan para saksi berjubel di aula Kecamatan Rengasdengklok menunggu hasil rekaputulasi yang terkesan lambat dibanding PPK kecamatan lainnya. Seperti diungkapkan caleg Partai Golkar dapil 3, Dadang M. Tamin juga mantan Kepala Desa Medang Asem, periode 2001-2008. Menurutnya, keterlambatan ini disebabkan para saksi lebih mementingkan caleg mereka masing-masing dibanding partainya.
 
Hingga kemarin sore, Dadang M. Tamin memperoleh suara sebanyak 3.927 dari awal data perolehan sebanyak 4.033 suara, merosotnya hasil suara itu disebabkan dirinya tidak memiliki saksi di tiap kecamatan, karena sesuai aturan yang menyaksikan hasil suara adalah saksi dari partai. Jelas, hal itu membuat Dadang mengalami kerugian akibat susutnya suara di dapil 3. Kendati begitu, dia tetap memiliki suara unggul dalam partainya sendiri dan dipastikan duduk di kursi DPRD Karawang mendatang. "Jumlah suara keseluruhan Partai Golkar di dapil 3 sebanyak 20.620 suara," kata Dadang.
 
Dilihat, para saksi caleg dari masing-masing partai menunggu hingga larut malam. Keterlambatan rekapitulasi di PPK Rengasdengklok ini karena masing-masing saksi cenderung memihak pada caleg yang didukungnya, bukan sebagai saksi partai. Seperti yang terjadi di tubuh Partai Golkar, Deni Nuryadi dan Ade Sulaeman berebut posisi kedua setelah Dadang M. Tamin. Di tubuh Partai PDI-P, Abdul Arif dan Rahmat Taufik saling melapor kecurangan pada Panwas Kabupaten. Juga PKS antara Abdul Kosim dan Mumun yang saling bersitegang selama proses rekapitulasi.
 
Sementara, caleg lainnya cuma duduk diam, karena merasa protesnya tidak akan pengaruh, mengingat suaranya tidak signifikan. Di dalam ruang rekapitulasi, petugas PPK sibuk, bahkan tidak tidak menampakan wajah ceria kecuali tegang. Anggota PPK Rengasdengklok, Juanda memastikan, rekapitulasi usai malam dan hari ini, Sabtu (18/4) hasil suara sudah bisa ditentukan. (spn)

Tono Bahtiar Meraih Suara Terbanyak di Dapil 4 Karawang


TIRTAJAYA, RAKA - Di dapil (daerah pemilihan) 4, caleg PDI-P H. Tono Bahtiar unggul sebagai pengumpul suara terbanyak menembus hingga 7 ribu suara, disusul caleg dari Partai Golkar, Didin Saepudin sekitar 4.500 suara dan suara terbanyak ketiga caleg dari PBB, Nurlaela Saripin sekitar 4 ribu-an suara.
 
Sedangkan, perolehan sementara di dapil 4 adalah 8 kursi yang diperebutkan, yaitu 2 kursi oleh PDI-P, 1 kursi Golkar, 1 kursi Demokrat, 1 kursi PBB, 1 kursi Gerindra, 1 kursi PKS dan 1 kursi PPP. Tercatat, di dapil 4 ini sebanyak 102 caleg yang telah memperebutkan kursi DPRD Kabuapaten Karawang. Selain 8 orang yang duduk sebagai wakil rakyat, sisanya gugur menelan pil pahit kekalahan mereka.
 
Dijelaskan H. Tono Bahtiar kepada RAKA, Jumat (17/4) siang, kuota BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) jadi rendah antara 15-16 ribu untuk 1 kursi caleg yang akan duduk di DPRDKarawang. "Dan permainan menang-kalah dalam pemilu ini adalah proses demokrasi yang jurdil, dimana rakyat yang menentukan sikapnya selama memilih caleg yang dia percaya," ucapnya.
 
Kendati demikian, dia pun menjelaskan banyak suaranya hilang di beberapa KPPS. Dia pun mengatakan, sistem pemilu sekarang perumpamanannya seperti perang 'Bratayuda'. Selain bersaing antar partai, di dalam partai pun terjadi benturan sesama caleg. "Di Indonesia, sistem pemilu seperti ini masih kurang tepat, kecuali 10 tahun kedepan, karena pemilu seperti ini hanya bisa dilakukan di luar negeri yang sudah modern, cara pencontrengan ini hanya 50:50 persen antara yang bisa dan yang tidak bisa," jelasnya.
 
Diketahui, dapil 4 meliputi 6 kecamatan di wilayah utara Karawang, diantaranya Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, Tirtajaya, Cibuaya, Pedes dan Cilebar. Selama proses kampanye kemarin, tidak terjadi gesekan yang berbuntut konflik, semua caleg berusaha mengamankan masanya untuk mensukseskan pemilu. Biaya yang dikeluarkan tiap caleg hingga ratusan juta rupiah. Namun begitu, tidak sedikit caleg yang kini punya hutang uang yang belum terbayar. (spn)
 

PSN Lebih Penting Dibanding Fogging


"Jika ada yg positif DHF (Dengue Hemorargi Fever) tapi tidak meninggal, maka PE(Penyelidikan Epidemiologi) dilaksanakan di rumah penderita dan sekitarnya. Namun jika hasilnya positif ada jentik nyamuk, baru diusulkan secepatnya untuk dilaksanakan fogging. Namun begitu, tetap yang lebih penting adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama melaksanakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dengan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur)," kata Kepala Puskesmas Medang Asem, Kecamatan Jayakerta, Eko Susanto, kepada RAKA, Jumat (17/4) siang.
 
Di puskesmasnya, akunya, punya prosedur tetap sistematis dan berurutan, prosedur itu akan berjalan dengan sendirinya ketika menangani kasus DBD. Sekarang, tinggal peran dan kesadaran masyarakat. Dia menghimbau, supaya rumah sakit segera melaporkan pada Dinas Kesehatan, jika menemukan pasiennya positif DBD. "Laporannya tidak usah berbelit dan pakai prosedur segala, cukup sms saja ke Dinas Kesehatan, supaya penanganan dari Dinas Kesehatan bisa dilaksanakan segera. Saya tekankan sekali lagi, yang lebih penting adalah kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemberantasan sarang nyamuk," katanya.
 
Jika puskesmas mendapat informasi dari Dinas Kesehatan, maka puskesmas akan mengadakan pertemuan tim reaksi cepat yang terdiri seksi P2M (Pencegahan Penyakit Menuar), Promkes (Promosi Kesehatan), seksi Kesling (Kesehatan Lingkungan) dan dokter puskesmas. Setelah pertemuan itu, kemudian bergerak secara bersamaan. Tim P2M melakukan PE, yaitu memeriksa jentik nyamuk secara acak dan kemudian diperiksa apakah lingkungan tersebut positif atau negatif.
 
Lebih lanjut Eko mengatakan, tim Promkes dan Kesling termasuk dokter akan langsung melaksanakan penyuluhan DBD. Dalam waktu bersamaan, setelah PE ditemukan maka akan dilaporkan ke Dinas Kesehatan untuk dilakukan fogging. "Ini setelah PE, tim Promkes, Kesling dan dokter melakukan penyuluhan, sekaligus memberikan obat abate. Dan sebenarnya PSN itu lebih lebih penting dibanding fogging, karena fogging hanya memberantas nyamuk dewasa saja, sedangkan ribuan jentiknya tidak mati. Jadi, masyarakat harus menyadari pentingnya PSN, setelah penyuluhan kita juga lakukan penyuluhan PSN lintas sektoral secara berkala," ujarnya. (spn)
 

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan