Warga Kertasari Ubah Eceng Gondok Jadi Bio Gas

Saturday, August 15, 2009



KARAWANG NEWS - Masyarakat Desa Kertasari, Kecamatan Rengasdengklok telah memanfaatkan eceng gondok sebagai bio gas sebagai bahan bakar memasak. Teori dan praktek membuat bio gas dari tumbuhan air ini diperkenalkan PT. PLN sebagai program pembinaan lingkungan untuk mengatasi masalah ekonomi masyarakat


Alat yang digunakan untuk membuat bio gas ini sederhana, hanya butuh alat permentasi, yaitu dua buah drum 200 liter yang disambungkan dengan las secara horizontal untuk membentuk ruang permentasi. Kemudian pada kedua ujung drum yang telah disambung itu dipasang pipa sebagai lubang memasukan eceng gondok yang telah dicincang dan ditumbuk ditambah air. Di tengah drum itu dipasang kran tempat keluarnya gas dari dalam drum. Dan gas itu dihubungkan dengan bola plastik atau sejenisnya sebagai tempat penampungan sebelum disambung pada kompor masak.


Eceng gondok yang ditumbuk tersebut hanya memerlukan waktu 3 sampai 5 hari di dalam tabung permantasi sebelum akhirnya jadi gas, tapi jika eceng itu hanya dirajang saja, membutuhkan waktu 5 sampai 7 hari sebelum gasnya bisa dimanfaatkan. Diketahui, eceng gondok adalah tumbuhan yang terapung di permukaan air dan akan berkembang dengan baik ketika menjadi indikator, yaitu jika tempatnya di sungai atau genangan air. Keberadaan tumbuhan ini menandakan sungai atau air tersebut sudah terkena pencemaran limbah.


Memanfaatkan eceng gondok sebagai bio gas oleh warga Kertasari ini dianggap sangat tepat, mengingat desa ini dibelah saluran induk Rengasdengklok yang banyak tumbuh eceng gondoknya. Jadi, masyarakat setempat tidak akan pernah kehabisan eceng gondok, karena tumbuhan ini terus tumbuh. Selain itu, jika masyarakat benar-benar memanfaatkan eceng gondok untuk bio gas, berarti persoalan sampah eceng gondok yang menumpuk di sepanjang saluran sungai akan teratasi. (*

Detik-detik Proklamasi Didengungkan Kembali di Tugu Rengasdengklok

Gladiresik drama kolosal detik-detik Proklamasi oleh siswa SMAN 1 Rengadengklok.
 
 
KARAWANG NEWS - Pada 14-16 Agustus 2009 sekarang, Yayasan Sangga Buana Karawang gelar napak tilas Proklamasi di Tugu Proklamasi Rengasdengklok. Puncak acara ini adalah hadirnya Mayjen TNI KPA Drs. H. Herman Saren Sudiro dan menampilkan drama kolosal berceritakan detik-detik Proklamasi.
 
Dijelaskan Ketua Umum Yayasan Sangga Buana, Suherman kepada KARAWANG NEWS, Jumat (14/8) siang. Pada 16 Agustus besok, digelar lomba membacakan puisi Karawang-Bekasi karya Chairil Anwar, juga membacakan teks Proklamasi. Selain itu, siswa pramuka akan diikut sertakan mengikuti lomba PBB (Peraturan Baris Berbaris) dan akan mempertontonkan drama kolosal tentang perjuangn pemuda saat menculik Soekarno dari Jakarta ke Rengasdengklok.
 
"Drama kolosal itu merupakan bintang acara napak tilas ini. Jadi drama itu dikemas untuk mengenang kembali dtik-detik Proklamasi pada 16 Agustus 1945 lalu. Sehingga penonton bisa mengetahui peristiwa di Rengasdengklok pada hari itu, karena hari itu merupakan momen yang berpengaruh terhadap berdirinya kedaulatan Negara Republik Indonesia," jelasnya.
 
Besok, napak tilas akan diramaikan konvoi mobil willis dari Jakarta ke Rengasdengklok. Hari kemarin, gebyar napak tilas ini menggelar bazar yang diikuti masyarakat setempat. Hari ini, Sabtu (15/8) digelar parade band yang dimulai pukul 10.00 WIB hingga 23.00 WIB. Kemudian pada tanggal 16 besok menjelang detik-detik Proklamasi, acara akan dibuka pukul 13.30 WIB, diantaranya membaca Ayat Suci Al Qur'an, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, kemudian sambutan Bupati Karawang Drs. Dadang S. Muchtar. Acara dilanjutkan dengan mendengarkan skapur sirih pelaku sejarah Mayjen TNI KPA Drs. H. Herman Saren Sudiro dan acara ditutup dengan drama kolosal.
 
Tidak hanya disitu, pada malam harinya pukul 00.00 WIB digelar renungan suci di pelataran tugu kebulatan tekad Proklamasi, sebagai inspektur upacaranya dari Kodim, yaitu Kapten Infantri Kusnen. Kata Suherman, dia sangat bangga melihat animo masyarakat Rengasdengklok yang antusias terhadap kegiatan napak tilas. "Meski sosialisasi sejarah di kabupaten ini kurang mengena, tapi masyarakat malah maju dan antusias mengikuti acara napak tilas dengan segala kekurangannya," ucapnya.
 
Dijelaskannya, Proklamasi merupakan buah nyata perjuangan bangsa yang tertanam hampir empat ratus tahun lalu, dipupuk oleh mayat-mayat patriot dan disiram dengan darah perjuangan serta dipagari oleh bambu runcing tajam. Kebulatan tekad Proklamasi yang dihadiri berbagai elemen yang dipelopori oleh pejuang dan pasukan PETA (Pembela Tanah Air), serta tokoh pendiri negara yang terdiri dari golongan tua dan muda dalam perjalanannya yang dilalui dengan perdebatan sengit.
 
Tanggal 16 Agustus 1945 lalu menjadi peristiwa penting kebulatan tekad Proklamasi, dimana kesepakatan yang ditulis langsung Ir. Soekarno di Rengasdengklok diliputi suasana tegang menanti detik-detik Proklamasi untuk kemudian diboyong dan diproklamirkan di Jakarta untuk direvisi dan diketik ulang kembali lalu dibacakan pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur, nomor 56.
 
Yayasan Sangga Buana salah satu dari ribuan perkumpulan yang di dalamnya terdiri dari generasi muda dan tua, selama ini bergerak di bidang pemerhati sejarah, lingkungan sosial dan kemanusiaan. Yayasan ini berkeinginan mengingatkan kepada pemerintah pusat maupun daerah dan masyarakat untuk dapat terus melahirkan cita-cita kemerdekaan bangsa Republik Indonesia yang subur makmur, gamah ripah lohjinawi. Yaitu dengan mengadakan kegiatan mengenang detik-detik sejarah Proklamasi 45. (*)

Indonesia Masih Merana

MASYARAKAT Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan berjumlah lebih dari 47 juta jiwa. Pendidikan semakin mahal, kesehatan kian tak terjangkau, penggusuran sudah dipandang sebagai hal yang wajar dengan dalih demi keindahan dan kekayaan alam diserahkan kepada asing. Kata pemerhati lingkungan, Kholid AL Kautsar, kemarin.
 
Lebih lanjut dia mengatakan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dijual kepada swasta lokal atau asing. Kehidupan sosial, budaya, politik dan ekonomi secara umum didominasi oleh kepentingan negara besar. Ini diakibatkan kepemimpinan yang lemah dan tidak amanah. Faktor kelemahan pertama seorang pemimpin adalah tidak mandiri. Ia bergantung pada negara besar, bahkan menjadi antek penjajah.
 
Keputusan yang diambil selalu melihat sikap negara besar. Selain ketergantungan pada negara lain, penguasa yang tidak tegas dan berani akan menjelma menjadi pemimpin yang lemah, tidak bisa mengatakan 'tidak'. Sejatinya, ketegasan ini ditunjukkan pada kebenaran. Salah, katakan salah dan Benar katakan benar, tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah SWT. Konskuensinya, penerapan hukum tidak boleh tebang pilih.
 
Lebih tragis lagi adalah pemimpin yang tidak memiliki visi yang jelas. Arah Indonesia didasarkan pada arahan asing. Sejak tahun 2005 penguasa mengadopsi Millenium Development Goals yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa. Visi yang diemban bukan visi negeri yang rakyatnya Muslim terbesar di dunia, melainkan visi negara besar. Mereka akan berada di depan, sementara para pengekor akan tetap di belakang.Kepemimpinan yang lemah adalah karena tidak adanya kesadaran ideologis dan politis.
 
Langkah-langkah yang dilakukan lebih bersifat pragmatis, pikirannya tertuju pada mempertahankan kekuasaan, memenangkan Pemilu, mengembangkan bisnis keluarga atau partainya, dll, atau aktivitas yang dilakukannya hanya sekadar untuk menyenangkan pihak asing. Jika hal ini terjadi, hakikatnya pemimpin tersebut merupakan budak yang tidak memiliki kemandirian. Apalagi jika dalam kepemimpinannya tidak menjadikan Islam sebagai landasan, tidak takut akan siksa Allah ketika melanggar syariah-Nya. Karena itu pemimpin seperti ini tidak dapat diharapkan membawa kebaikan dalam kepemimpinannya.
 
Belum lagi sistem yang diterapkannya adalah sistem warisan kolonial. Penjajah angkat kaki, namun aturannya tetap diterapkan termasuk sekulerisme. Konsekuensinya pada masa orde lama ummat Islam dipinggirkan. Pada masa orde baru ummat Islam dicurigai dan diwaspadai serta dicap dengan tuduhan subversi. Berikutnya pada masa orde reformasi ummat Islam distigmatisasi dengan tuduhan fundamentalis dan teroris.
 
"Padahal, mana ada aturan penjajah yang dibuat untuk memajukan rakyat jajahan. Selama sistem sekular warisan penjajah yang diterapkan, selama itu pula rakyat akan terjajah," tukas Kholid. (*)

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan