Raskin Dianggap Penting Dibanding BLT

Thursday, May 21, 2009


Aksi saling dorong peserta BLT Rengasdengklok Selatan membuat aparat desa kewalahan.


RENGASDENGKLOK, RAKA - Kebutuhan masyarakat Desa Rengasdengklok Selatan, Kecamatan Rengasdengklok cenderung lebih butuh raskin (beras miskin) dibanding dana BLT (Bantuan Langsung Tunai), warga menganggap kebutuhan pokok itu lebih penting dibanding bantuan tunai.

Demikian kata Kaur Kesra Rengasdengklok Selatan, Trusto Suwarji S.Sr, kepada RAKA, Selasa (19/5) siang di sela pembagian BLT. Menurutnya, warga kadang mengeluh jika raskin terlambat, seperti kasus penyelesaian mantan kades Ahmad Wikana yang membuat raskin di desanya telah turun selama tiga bulan. "Jarang ada warga mempertanyakan kapan BLT turun, tapi banyak yang mempertanyakan raskin turun," ucapnya.

Pagu raskin di desa ini sebanyak 37,290 kg untuk dibagikan kepada 7.458 KK (Kepala Keluarga), sedangkan jumlah warga di desa ini sekitar 21 ribu jiwa. Raskin dijual pada warga Rp 10.500/6 liter, sedangkan harga beras di pasaran berkisar Rp 4.200/liter. Dengan begitu, raskin memang sangat diharapkan warga, mengingat sebagian RTM (Rumah Tangga Miskin) sulit beli beras.

Pada pemcairan BLT kemarin, tercatat 2.447 KK peserta BLT dan 5.277 KK non BLT. Seperti desa lainnya, peserta BLT di desa ini dipotong Rp 50 ribu untuk dihibahkan pada non BLT, tapi jumlah hibahnya tidak disama ratakan untuk semua dusun. Hibah ini dibagi per dusun untuk RTM yang tidak memiliki kartu, seperti Dusun Bojong Tugu I, peserta BLT sebanyak 334 KK, uang hibah yang terkumpul dari Rp 50 ribu itu dibagi rata untuk 430-an KK, begitu pun dengan dusun lainnya. Beda dengan Dusun Warungdoyong Utara, uang hibah Rp 50 dari pemilik kartu BLT sebanyak 225 KK dibagikan untuk non BLT sebanyak 580 KK.

Pencairan BLT di Dengklok Selatan ini dilakukan dua hari, kemarin Dusun Bojong Karya I dan II, Bojong Tugu I dan II termasuk Dusun Rengasjaya II. Kemudian hari ini, Dusun Rengasjaya I, Blokraton, Warudoyong Utara dan Selatan. Pencairan BLT selama dua hari ini karena jumlah peserta BLT yang terbilang banyak, yaitu sembilan dusun. Jika sehari dituntaskan maka akan memakan waktu lama. (spn)

Soleh S. Gunawan: BLT Diatur Masyarakat



"SAYA sudah tekankan pada kepala desa, supaya pembagian BLT (Bantuan Langsung Tunai) diberikan kepada pemilik kartu BLT sesuai aturan, tapi memang kenyataan di masyarakat berkata lain. Kemarin, penyaluran BLT di beberapa desa diatur langsung oleh masyarakat melalui musyawarah dengan membentuk panitia penyaluran BLT oleh tokoh masyarakat," kata Kasi Kesos Kecamatan Tirtajaya, Soleh S. Gunawan, kepada RAKA, Selasa (19/5) siang di ruang kerjanya.

Diakuinya, meski pemerintah memiliki aturan baku penyaluran BLT, tetap saja tidak bisa searah dengan keinginan masyarakat, terutama yang bukan peserta BLT atau non BLT. Memang, selama ini banyak RTM (Rumah Tangga Miskin) yang tidak tercatat sebagai peserta BLT. Dengan begitu, supaya tidak ada kesenjangan sosial, maka pemerataan dilakukan dengan dasar atas musyawarah mufakat semua unsur pemerintah desa dan masyarakat sendiri.

Pada pembagian BLT kemarin, lanjutnya, tidak melibatkan aparat desa kecuali kepala dusun dan RT, karena hanya mereka yang mengetahui kondisi masyarakat. Sedangkan aparat desa lainnya hanya memonitor proses BLT. Dia menceritakan, musyawarah yang dihasilkan sebelum pencairan BLT adalah membentuk panitia penyaluran BLT oleh peserta BLT dan non BLT, yaitu orang-orang yang dipercaya mengurus bantuan tunai tersebut. "Mereka berembuk bersama dengan pengawasan LPM dan BPD masing-masing desa," ujarnya.

Beda dengan tahun lalu, panitia penyaluran BLT adalah LPM dan BPD, tapi sekarang berbeda, semuanya diserahkan kepada masyarakat, mengingat persoalan bantuan tunai ini sangat ditakuti jika ada sesuatu hal yang dianggap penyimpangan. "Bukan berarti masyarakat tidak percaya pada aparat desa, tapi aparat desa ini takut mengelola bantuan tunai itu, kecuali RT dan kadus yang dilibatkan, karena mereka yang tahu percis kondisi masyarakatnya," jelasnya.
Memang idealnya pencairan BLT ini dilakukan di kantor pos, tapi kasihan juga kepada warga yang rumahnya jauh dan memang kalau di kantor pos akan terjadi desak-desakan. Kalau di kantor desa, setidaknya masyarakat bisa diawasi langsung dan masyarakat tidak terlalu banyak merogoh uang transoprt lagi.

Diakuinya, potongannya BLT di masing-masing desa bervariasi, rata-rata Rp 100 ribu, dari uang itu dibagikan ke warga non BLT. Kata Soleh, sebagian masyarakat telah ikhlas menghibahkan dana BLT yang dia terima untuk tetangganya yang tidak memiliki kartu BLT. Mengomentari data BLT 2005, diakuinya data itu dianggap sudah usah, karena banyak masyarakat yang sebelumnya miskin kini ekonominya telah dianggap mampu, begitu pun sebaliknya. "Tapi meski mereka dianggap mampu, tetap saja tidak mau dihapus sebagai peserta BLT," imbuhnya. (spn)

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan