WHO Dukung Fatwa MUI Tentang Bahaya Rokok

Saturday, February 21, 2009

RENGASDENGKLOK, RAKA - Akhir-akhir ini masyarakat dikagetkan oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) atas diharamkannya merokok, fatwa tersebut memang terasa aneh. Keterkejutan publik secara sosiologi layak difahami, karena bahaya merokok di Indonesia masih menjadi isu pinggiran.
 
Demikian kata guru pembimbing pecinta alam SMAN 1 Batujaya, Kholid Al Kautsar, kepada RAKA, Jumat (20/2) siang. Menurutnya, selama ini ulama Indonesia hanya memberikan fatwa merokok makruh hukumnya. Berbeda dengan jumhur ulama di negara-negara Timur Tengah. Bahkan Malaysia dan Brunai Darussalam, sejak dulu sudah menfatwakan merokok itu haram.
 
 
Ulama terkenal Syeikh Yusuf Al-Qordowi, kata Khlid, termasuk salah satu ulama yang mengharamkan merokok. Dari sisi kesehatan, bahaya merokok sudah tak terbantahkan lagi, bukan hanya menurut WHO, tapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 di antaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker, red).
 
Zat berbahaya dalam kandungan rokok itu diantaranya Tar, Karbon Monoksida (CO) dan Nikotin. Akibatnya, berbagai penyakit pun mengintai si perokok seperti kanker paru. Diketahui, 90% pengidap kanker paru pada pria disebabkan merokok, dan 70% pada wanita yaitu kanker mulut, kanker bibir, asma, kanker leher rahim, jantung koroner, darah tinggi, stroke, kanker darah, kanker hati, Bronchitis, Impotensi dan rusaknya kesuburan bagi wanita.
 
Maka, lanjutnya, tidak heran jika menurut estimasi WHO, pada tahun 2020 dampak merokok menjadi permasalahan terbesar di bidang kesehatan. Menurut WHO pula, ucap Kholid, ironisnya saat ini trend penggunaan tembakau di negara maju mulai menurun. Pada tahun 1996 mencapai 32%, pada 2001 hanya 28%. Namun di negara-negara berkembang trend konsumsi tembakau malah mengalami kenaikan yaitu 68% pada 1996, menjadi 72% pada 2001.
 
"Dampak bahaya merokok memang unik dan klasik. Tidak ada orang mati mendadak karena merokok. Dampaknya tidak instan, beda dengan minuman keras dan narkoba. Dampak merokok akan terasa 10 - 20 tahun pasca dikonsumsi. Dan perlu diingat, dampak asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif juga berdampak serius bagi perokok pasif. Orang yang tidak merokok akan terpapar asap rokok dengan dua kali lipat racun yang dihembuskan pada asap rokok oleh para perokok. Sangat tidak adil, tidak merokok, tetapi malah menghirup racun dua kali lipat," jelasnya.
 
Kata Kholid, begitu banyaknya orang yang cuek merokok tanpa peduli akan hak orang lain untuk menghirup udara sehat. Maka salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok semau gue, WHO mencanangkan program Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tempat-tempat umum. Program seperti ini lazim diterapkan di berbagai negara, termasuk di Asean, seperti Malaysia, Singapura, bahkan Vietnam. "Di Malaysia orang merokok di tempat umum didenda 500 ringgit, di Bangkok didenda 2000 baht," ucapnya.
 
Bahkan WHO sekarang sudah menerapkan konvensi bernama Framework Convention on Tobacco Control ( FCTC ), dan sudah ditanda tangani oleh lebih 160 negara anggota WHO. Lebih dari 40 negara telah meratifikasinya, dan sekarang FCTC sudah menjadi hukum internasional. Selain mengatur soal larangan merokok di tempat umum, FCTC juga berharap pemerintah untuk menanggulangi dampak rokok secara elegan dan komprehensif. Misalnya menaikan cukai rokok, larangan iklan di media massa dan promosi, serta larangan penyelundupan (smuggling).
 
Menaikan cukai rokok merupakan instrumen penting, selain membatasi segmentasi perokok, juga untuk meningkatkan pendapatan negara. Tapi sungguh ironis, mayoritas perokok di Indonesia adalah orang miskin. Menurut survey Bappenas (1995), orang miskin justru mengalokasikan 9% total pendapatannya untuk rokok. Sangat besar manfaatnya jika dana itu digunakan untuk kesehatan, pangan atau pendidikan.
 
Rokok memang memberikan kontribusi signifikan berupa cukai. Bayangkan tahun 2004 cukai rokok sebesar Rp 27 trilyun. Belum lagi kontribusi sektor pertanian dan tenaga kerja. Namun itu tidak seimbang dengan biaya kesehatan akibat merokok yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat. Menurut data di berbagai negara dan juga di Indonesia, biaya kesehatan yang ditanggung pemerintah dan masyarakat sebesar 3 kali lipat dari cukai yang didapat.
 
Jadi, kata Kholid, kalau cukainya Rp 27 trilyun, maka biaya kesehatannya sebesar Rp 81 trilyun alias devisit. Cepat atau lambat, pemerintah harus mengambil kebijakan konkrit dan komprehensif untuk menanggulangi bahaya rokok. Jika tidak, bukan hal yang mustahil berbagai penyakit yang diakibatkan merokok akan menjadi wabah. (spn)
 

FOTO Lepas, Anak Nelayan

Anak-anak nelayan Cilebar, kebutuhan mereka tergantung penghasilan orang tuanya, apalagi saat ini hasil tangkapan para nelayan merosot. Bahkan lebih besar biaya produksi melaut dibanding pendapatannya. Foto, Jumat (20/2) siang.

Warga Kutawaluya Ditemukan Hanyut di Sungai Pedes

PEDES, RAKA - Warga Pedes digegerkan penemuan mayat pria paruh baya yang mengapung di saluran irigasi Dusun Kobak Kendal, Desa Kendaljaya, Kecamatan Pedes, Jumat (20/2) pukul 01.00 WIB. Mayat yang diketahui bernama
Sartim bin Rasta (45) warga Dusun Poris, RT 01/03, Desa Kutamukti, Kecamatan Kutawaluya ini dinyatakan hilang dan dicari keluarganya sejak Selasa (17/2).
 
Pada saat ditemukan, mayat tersebut tampak kaku, kedua tangannya meregang, matanya hampir keluar dari kelopak mata dan lidahnya pun menjulur keluar. Kondisi muka dan tangannya membusuk, ini diduga mayat sudah terendam lama dalam air. Kepada Polsek Kecamatan Pedes, adik kandung Sartim, yaitu Sarkum Bin Rasta menjelaskan, kakanya ini tidak memiliki anak-istri dan bermata rabun, sehingga tidak bisa melihat jelas obyek yang ada di depannya. Dan Sarkum menolak jasad kakaknya di otopsi.
 
Semula korban ditemukan Adi Yusuf Ahmad, warga Dusun Tanjung Gebang, RT 01/03 Kecamatan Cibuaya dan Nandang Mulyana RT 02/02 Dusun Pedes I, Kecamatan Pedes pada Jumat pukul 01.00 WIB. Pagi dini hari itu, keduanya bersama beberapa orang lainnya sedang mencari ikan dengan menggunakan alat jala di saluran irigasi Dusun Kobak Kendal, Desa Kendaljaya, Kecamatan Pedes.
 
Kemudian, kedua orang tersebut menemukan sosok mayat dalam keadaan terapung di saluran air dan sudah tak bernyawa, kemudian saksi tersebut melaporkan ke Polsek Pedes. Korban memang sering mencari ikan-ikan di dalam lumpur sepanjang saluran air. Namun naas, pada Jumat dini hari kemarin, Sartim ditemukan tewas dalam kondisi yang mengenaskan.
 
Sartim diketahui keluarganya sudah tewas ketika banyak warga yang membicarakannya di pasar Rengasdengklok, mengenai penemuan mayat laki-laki di Kecamatan Pedes. Warga yang membicarakan penemuan mayat itu adalah dari arah Desa Sungaibuntu, yang biasa belanja ke pasar Rengasdengklok saat dini hari. Di jalan para pedagang ini melihat beberapa warga yang sedang mengevakuasi mayat dari sungai.
 
 
Merasa penasaran ingin mengetahui jasad itu, pihak keluarga Sartim datang ke Polsek Pedes pukul 02.00 WIB, karena Sartim belum pulang selama dua hari. Setelah melihat jasad korban, pihak keluarga Sartim tak asing dengan wajah familinya yang terbujur kaku itu, pukul 08.00 WIB jasad Sartim dibawa pulang. Pada jasad korban tidak diketahui bekas penganiayaan, Sartim diduga meninggal akibat sakit.
 
 
Diketahui beberapa tahun lalu, di tempat sama warga Desa Payungsari, Kecamatan Pedes pun meninggal di tempat yang sama. Seorang pria paruh baya jatuh ke saluran irigasi dari sepedanya dan meninggal dunia dengan wajah dan badannya tertutup lumpur. Sementara itu, tahun 2008 kemarin, korban hanyut banyak terjadi di saluran induk Rengasdengklok. (spn)
 

Apa pendapat Anda tentang berita ini? komentar berita Secara otomatis, komentar yang ditulis akan masuk pada dinding Facebook Anda.
 
 
 
 
Copyright © BeritaKarawang.com | Space iklan logo Rp 200 ribu sebulan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 085691309644, beritakarawang@gmail.com | Asep Saepudin Hasan