PEDES, RAKA - Kabupaten Karawang merupakan daerah pantai dengan jumlah penduduk yang besar dan kegiatan ekonomi yang pesat. Berbagai aktivitas manusia dalam bentuk pembangunan sektoral dan regional yang dilakukan pemerintah mau pun kalangan swasta berlangsung dengan intensif di kawasan pesisir, seperti perikanan budi daya, pertanian, pemukiman, pariwisata, industri atau pun pertambangan.
Di sisi lain ekosistem pesisir sangat rentan terhadap bencana, baik secara alami mau pun bencana oleh aktivitas manusia. Mencermati besarnya dampak akibat bencana di wilayah pesisir, maka diperlukan serangkaian upaya penanggulangan dan pencegahan bencana secara terpadu. Bencana alam tidak dapat dihilangkan, manusia hanya dapat menghindar atau mengurangi dampaknya dengan cara mengadakan persiapan dini.
Penderitaan akibat bencana alam harus ditekan serendah mungkin, bahkan jika dapat dihapuskan dengan mengerahkan segala kemampuan, inilah yang disebut mitigasi bencana. Salah satu bencana laut yang sudah tampak adalah erosi pantai atau abrasi. "Abrasi dapat diakibatkan oleh proses alami seperti angin, gelombang, arus pasang surut dan sedimentasi. Dapat pula diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti reklamasi pantai untuk pemukiman, industri, penambangan pasir, atau pun penambangan minyak dan lain sebagainya," kata pemerhati lingkungan, Kholid Al Kautsar, kepada RAKA, Selasa (3/3) siang.
Namun penyebab utamanya adalah gerakan gelombang pada pantai terbuka. Di samping itu karena keterkaitan ekosistem, maka perubahan hidrologis dan 'oceanografis' juga dapat mengakibatkan abrasi pantai. Upaya mitigasi bencana abrasi memang memerlukan biaya cukup besar, baik dalam proses pembangunan mau pun dalam operasional serta pemeliharaannya. Untuk itu pelibatan masyarakat serta dunia usaha yang mengelola kawasan pantai untuk ikut serta dalam upaya mitigasi bencana abrasi, khususnya dalam operasional dan pemeliharaan sangat diperlukan.
Mitigasi bencana abrasi dapat dilakukan secara struktural dan non struktural. Upaya struktural yakni upaya teknis yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan proses transpor sedimen di sepanjang garis pantai melalui upaya mengurangi atau menahan energi gelombang yang mencapai garis pantai, memperkuat struktur geologi garis pantai, mau pun menambah suplai sedimen. Upaya mitigasi struktural dapat dikerjakan dengan dua cara, yaitu Secara alami, seperti penanaman hutan mangrove, penguatan gumuk pasir dengan vegetasi, dan lain-lain. Dan secara buatan, seperti pembangunan dinding penahan gelombang, pembangunan groin, dan lain-lain. Upaya struktural mitigasi dengan cara buatan tersebut perlu direncanakan secara cermat karena dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pola dan karakteristik gelombang yang dalam jangka panjang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya abrasi di tempat lain.
Sedangkan upaya mitigasi non struktural merupakan upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural mau pun upaya lainnya. Upaya mitigasi non struktural antara lain pembuatan standarisasi dan metoda perlindungan pantai, penyusunan sempadan pantai, dan pengembangan Sistem Peringatan Dini Bencana Abrasi.
Sistem peringatan dini ini merupakan suatu informasi yang menggambarkan terjadinya abrasi yang disebabkan oleh interaksi antara gelombang dengan daratan di sepanjang garis pantai. Kemudian lokasi terjadinya abrasi serta tingkat abrasinya, faktor dominan penyebab abrasi, kondisi topografi dan geologi, serta aktivitas manusia yang mempercepat terjadinya abrasi. (spn)
0 comments:
Post a Comment