Kholid Al Kautsar dilepas pantai Tirtajaya yang dilanda banjir rob.
RENGASDENGKLOk, RAKA - Perubahan iklim itu sendiri terjadi secara perlahan dalam jangka waktu cukup panjang, antara 50 sampai 100 tahun. Suhu rata-rata di permukaan bumi yang menimbulkan perubahan sejumlah unsur iklim. Meliputi naiknya suhu air laut, meningkatnya penguapan di udara, serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara yang merubah pola iklim dunia.
Demikian kata pengajar SMAN 1 Batujaya, Kholid Al Kautsar, kepada RAKA, kemarin. Menurutnya, terjadinya pemanasan global bermula dari revolusi industri tahun 1870 dan manusia mulai menggunakan bahan bakar minyak, gas dan batubara yang hingga kini terus meningkat. Selain itu, aktivitas pembangkit tenaga listrik, kegiatan industri, penggunaan alat elektronika, termasuk penggunaan kendaraan bermotor secara simultan telah melepaskan sejumlah emisi gas atmosfir yang juga ikut mendukung suhu bumi semakin panas.
Sementara, penebangan pohon, penggundulan serta kebakaran hutan hingga kini pun sering terjadi, termasuk gas emisi dari rumah kaca. Menurut konvensi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) mengenai perubahan iklim menyebutkan, Karbondioksida, Dinitroksida, Metana, Sulfurheksaflourida, Perfluorocarbon, dan Hidrofluorocarbon yang menghadang dan menyerap gelombang panas yang dipantulkan bumi untuk dikembalikan ke angkasa luar melalui atmosfir.
Akibatnya, gelombang panas yang dipancarkan matahari untuk menghangatkan bumi ini terperangkap di atmosfir bumi, karena peristiwa ini berlangsung berulang kali, maka terjadi akumulasi radiasi matahari di atmosfir menyebabkan suhu bumi makin panas.
"Dengan berbagai tingkah laku manusia yang berlebihan menggunakan BBM dan aktivitas lainnya yang mengeluarkan emisi ini, akhirnya di atmosfir terjadi batas keseimbangan yang berlebihan. Akibatnya radiasi panas matahari yang seharusnya menuju ruang angkasa ini terhambat dan menciptakan akumulasi panas di atmosfir. Akumulasi panas inilah yang mengakibatkan terjadi peningkatan suhu rata-rata di seluruh permukaan bumi," jelasnya.
Makin panas bumi berdampak pada berbagai sisi kehidupan alam dan manusia, di antaranya, mencairnya es di kutub, lapisan es yang menyelimuti permukaan bumi sejak tahun 1960 telah mencair 10 persen. Kemudian, terjadinya pergeseran musim kemarau berlangsung lama hingga menimbulkan bencana kekeringan. Sedangkan, musim hujan akan berlangsung singkat, dengan kecenderungan intensitas curah hujan lebih tinggi dari normal. Hingga dapat menimbulkan bencana banjir dan longsor, juga diperparah dengan terjadinya badai dan angin puting beliung. Selain itu, meiningginya air laut.
Hasil penelitian para ilmuwan dalam panel ahli untuk isu perubahan iklim ( Intergovermmental Panel On Climate Change), dalam 100 tahun terakhir terjadi peningkatan permukaan air laut 25 sampai 75 cm, dan ini akan berpotensi banjir rob di pesisir pantai. Juga akan terjadi krisis pada sejumlah sektor kehidupan, seperti krisis ketersediaan pangan akibat tingginya potensi gagal panen, krisis air bersih, meluasnya penyebaran penyakit trofis, seperti malaria dan diare.
Dengan kondisi bumi seperti saat ini, tentu semua pihak harus memperkuat lagi komitmennya untuk menjaga lingkungan. Sudah banyak yang berubah dari bumi tempat tinggal kita. Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah terpadu, meliputi mitigasi dan adaptasi. Dalam langkah mitigasi ini pemerintah perlu menyusun kebijakan yang lebih komprehensif dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca. Ini bisa dilakukan dengan mencari alternatif penggunaan bahan bakar yang lebih bersih dan ramah lingkungan, menghemat penggunaan bahan bakar. Serta menggunakan peralatan dan mesin yang lebih hemat energi," ujarnya. (spn)
0 comments:
Post a Comment